BAB I
PENDAHULUAN
1.1.1
Latar
Belakang
Dewa
Siva adalah dewa ketiga dari tri
murti, yang berfungsi sebagai pelebur atau pralina.
Kata Siva yang berarti memberi
keberuntungan, yang baik hati, ramah, suka memaafkan, menyenangkan, memberi
banyak harapan, dan yang lainnya. Dewa Siva digambarkan dengan menggunakan
banyak atribut, diataranya: bulan sabit, bermata tiga, menggunakan kalung bung
dari tengkorak manusia, menggunakan kalung dari ular, membawa genitri, membawa
senjata tri sula, damaru, kendi, warna kulitnya yang biru. Serta memakai kulit
gajah sebagai pakian dan menggunakan kulit harimau sebagai alas duduk. Dalam
purana banyak kisah yang mengutamakan dewa Siva,
diantaranya, Padma Purana, Lingga Purana dan yang lainya.
Banyak orang yang memuja dewa siva
dengan berbagai ajaran. diantaranya ajaran Siva
Siddhanta yang paling banyak pengikutnya. Ajaran Siva siddhanta ini
dikembangkan oleh Rsi Agastya. Agama Siva berasal dari kaki gunung Himalaya,
perkembangan Siva Siddhanta berawal
dari datangnya bangsa Arya dari Endo
jerman pada 5000 SM di hulu sungai Sindu. Siva
Siddhanta berkembang dari agama Siva sudah
ada sejak zaman pra sejarah. Dengan didukung perkembangannya oleh bangsa arya
sehingga tetap berkembang menjadi ajaran sivaisme.
Ajaran Siva
Siddhanta, sampai di Indonesia pada abad ke-4 M, di kerajaan Kutai
Kalimantan Timur. Dan sampai berkembang di Bali. Pemujaan siva diBali dilakukan
dengan yajna atas dasar catur marga. Sumber ajaran siva di Bali terdapat empat
kelompok yaitu: weda, tattwa, etika, dan upacara. Dalam Peper yang kami buat
ini kami akan mambahas tentang mazab-mazab dari Siva Siddhanta. Karena ada beberapa mazab-mazab atau cabang-cabang
dari ajaran Siva Siddhanta yang perlu diketahui diantaranya:
1.
Pasupata Dualisme
2.
Siva Siddhanta Dualisme
3.
Lakulisme Pasupata
4.
Siva Visistadvaita
5.
Siva Vasesa Duaita
(Vira Saiva)
6.
Siva Nandikervara
7.
Siva Rasesvara
8.
Siva Kashmir
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1. Dapat
menyebutkan mazab-mazab siva!
1.2. 2. Dapat
menguraikan mazab-mazab siva !
1.3 Tujuan Penulisan
1.1.1. Ingin mengetahui tentang mazab-mazab siva.
1.1.2. Ingin mengetahui uraian dari mazab-mazab siva.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 MAZAB-MAZAB SIVA SIDDHANTA
Adapun Mazab-mazab Siva Siddhanta sebagai berikut :
2.1.1. Pasupata Dualisme
2.1.2. Siva
Siddhanta Dualisme
2.1.3. Lakulisme
Pasupata
2.1.4. Siva
Visistadvaita
2.1.5. Siva
Vasesa Duaita (Vira Saiva)
2.1.6. Siva
Nandikervara
2.1.7. Siva
Rasesvara
2.1.8. Siva
Kashmir
2.2 URAIAN DARI MASING-MASING MAZAB SIVA
SIDDHANTA
2.2.1 PASUPATA DUALIS
Pasupata
Dualis merupakan menafsiran filosofis
dari konsep Veda tentang Rudra sebagai Pasupati. Dalam kenyataannya 2 dari 5 kategori awal diakui oleh
sistem ini, yang dinyatakan oleh dua buah kata yang menyusun nama “Pasupati”, dan 2 kategori pertama
disebut “Pati” dan “Pasu” atau Karana dan Karya. Roh-roh
pribadi digambarkan berada dibawah pengendalian dan bergantung pada Tuhan (Pati), persis seperti binatang yang
berada dibawah pengendalian majikannya.
Keliatannya teori metafisika dari Pasupata ada paling awal yang didasarkan
pada konsep penyebab tanpa sebab, diterima baik oleh Nyaya maupun Vaisesika,
karena menurut Haribhadra Suri, rsi Kanda
adalah seorang Pasupata dan rsi Aksapada adalah seorang Saiva; dimana yang pertama lebih awal
daripada yang berikutnya yang mengikuti pandangan metafisika dari yang pertama.
Hal ini tercantum dalam Vedanta,
karena Badarayana dalam Vedanta Sytrayana mencelanya, yang
mengakui penyebab material berbeda dan bebas dari penyebab efisien dan
menyatakan hubungan antara penyebab efisien dan penyebab material sama dengan
keberadaan antara seorang pengrajin
gerabah dan tanah liat. Ia juga tampaknya lebih dahulu adanya dibandingkan
dengan Buddhisme dan Jainisme,
karena iya merupakan pengendalian diri Vaisesika
dan teori Buddha tentang Nirvana ditelururi pada Asatkaryavada dari Vaisesika dan Astikayas dari
Jaina, demikian pula teori atomnya
ditelusuri pada Vaisesika yang
termuat dalam banyak karya Jnana dan
dalam Lalitavistara.
Karena keterbatasan literatur tentang Pasupata Dualis, maka kita tidak dapat
mengetahui secara rinci tentang teroris metafisikanya; tetapi apabila kita
mengambil secara bersama-sama apa yang kita dapati tentang hal itu dalam ulasan
Vedanta sutra oleh Sankara dan ulasan-ulasan sejenis dari Vacaspati Miscra dan Anandagiri, kita
akan mendapatkan sedikit gambaran yang agak jelas tentang dasar dari Pasupata Dualis, yang dapat dinyatakan
sebagai berikut :
2.2.1.1
Ia mengakui Tuhan (Pati) hanya sebagai penyebab efisien
saja dan juga menyatakan keberadaan yang bebas dari penyebab material, seperti
yang telah dinyatakan diatas.
2.2.1.2 Ia mengakui 5 kategori awal, yaitu: 1) Penyebab
(Karana) 2) Akibat (Karya) 3) Penyatuan (Yoga) 3).Ritual (Vidhi) 4) Pembebasan sebagai akhir dari segala kedudukan (Duhkhanta)
2.2.1.3 Tampaknya juga ia menempatkan kategori Karya dari Mahan menuju bumi, yang oleh Samkhya diakui sebagai kategori yang
tergantung dan kategori ini juga diakui oleh Lakulisa Pasupata, tetapi sebagai bagian dari “Kala” , salah satu dari 3 kategori yang tergantung, yaitu : Vidya, Kala, dan Pasu.
2.2.1.4 Tampaknya ia mengakui Pradhana sebagai penyebab material, yang
terpisah dari Tuhan (Pati) sebagai
penyebab efisien.
2.2.1.5 Ia
menerima roh-roh pribadi menjadi abadi secara timabl balik dengan kedua
penyebab, baik penyebab efisien, maupun penyebab material, pandanagn mana telah
dipegang teguh oleh Vaisesika.
2.2.1.6 Tampaknya
ia mengakui bahwa Tuhan, dalam penciptaan dunia empiris yang beraneka warna
ini, dipengaruhi oleh Karma.
2.2.1.7 Ia mengakui pembebasan (moksa) tiada lebih dari akhir segala
kesedihan dan kedua poin ini juga telah dipandang teguh oleh Vaisesika.
(Maswinara, 2006:
223-226)
2.2.2
SAIVA SIDDHANTA DUALIS
Saiva
Siddhanta Dualis yang diuraikan disini merupakan satu aspek dari aliran Siddhanta Sivaisme,yang mengakui
authoritas 28 Saivagama, apabila kita
bandingkan dasar-dasarnya dengan sistem filsafat India lainnya, kita
mendapatkan bahwa ia memiliki dasar yang berbeda dengan Vaisesika, Nyaya, Samkhya dan Vedanta.
2.2.2.1 Teori metafisika dari Saiva Siddhanta Dualis
berbeda dengan teori dari Vaisesika dan ia menerima teori evolusi yang sama
seperti dalam sistem filsafat Samkhya. Ia memandang bahwa Maya berkembang meninggalkan keadaan yang pertama untuk memasuki
keadaan yang berikutnya, seperti susu yang memasuki keadaan dadih susu. Ini
merupakan Satkaryavada, yang
berpendapat bahwa dadih susu menjadi berwujud (abhivyajyate). Karena itu ia menyatakan bahwa Maya berkembang menjadi Kala.
Seperti susu menjadi dadih susu. Tetapi Maya
tidak mengeluarkan dirinya sendiri dalam evolusinya seperti yang dilakukan
susu pada dadih susu. Evolusinya adalah sebagaian, seperti perubahan dalam Ghee
(mertega), karena dari jatuhnya seekor serangga ke dalamnya, hanya merupakan
suatu jumlah yang kecil dari padanya (ghrtakitanyaya);
jadi ini merupakan Satkaryavada, sebagai
lawan dari Asatkaryavada nya Vaisesika.
2.2.2.2 Karma menurut Saiva Siddhanta Dualis merupakan sifat dari buddhi dan bukan sifat dari Atman
seperti pendapat dari Vaisesika; karena
mengakui Karma sebagai sifat dari Atma merupakan pengankuan bahwa Atma tidak abadi, karena adanya
perubahan, yang disebabkan oleh perubahan Karma.
2.2.2.3 Demikian pula halnya dengan Kala, yang menurut Saiva Siddhanta Dualis tidak abadi, karena ia tidak berjiwa banyak,
seperti waktu yang lalu, sekarang dan akan datang; namun Vaisesika mengakui
bahwa “waktu” itu adalah kekal.
2.2.2.4 Ia berbeda dengan Vaisesika dalam anggapan tentang akasa yang menjadi ruang dimana
semua materi ada dan dalam uraian tentang Sabda
(suara) yang bukan hanya sifat dari Akasa
saja seperti pendapat dari Vaisesika,
tetapi juga sifat dari tanah, udara, air, dan api, karena suara-suara tertentu
benar-benar dikemukakan pada materi-materi tersebut. Sambil lalu dapat
diketengahkan di sini bahwa disebabkan konsep tentang Akasa yang dikatakan didepan, maka Saiva Siddhanta Dualis berbeda dengan sistem Carvaka yang menolak keberadaan Akasa
dari Mimamsaka, yang berpendapat
bahwa hal itu tak dapat diamati dan dengan Naiyayika,
yang menyatakan bahwa Akasa itu
kekal sepanjang ia memiliki keberadaan kekal dan tidak menjadi tanmatra.
2.2.2.5 Ia tidak mengkui adanya atom-atom abadi,
seperti yang dilakukan oleh Vaisesika dan
Nyaya; karena menurut Saiva Siddhanta Dualis, semua yang memiliki kejamakan dan tidak memiliki jiwa
merupakan hal yang tidak kekal.
2.2.2.6 Ia berpendapat bahwa roh pribadi itu
sesungguhnya dapat merasakan (cit)
atau mengetahui sendiri (jnanasvarupa)
karena itu jnana bukanlah sifat dari
sang diri seperti yang dinyatakan oleh Vaisesika.
Perbedaan antara Saiva Siddhanta Dualis dengan sistem filsafat Samkhya adalah sebagai berikut :
1. Saiva
Siddhanta Dualis tidak mengetahui
bahwa Purusa atau diri pribadi
merupakan keberadaan murni asli (puskarapalasavannirlepah)
seperti yang dipakai oleh filsafat Samkhya.
Ia menyatakan bahwa diri pribadi memiliki ketidak murnian yang tanpa awal,
karena dengan cara lain pengalaman empiris yang disebabkan kecendrungan untuk
menikmati, tak dpat dijelaskan.
2. Konsepsinya tentang Bhoga juga berbeda dengan Samkhya yang dapat dinyatakan sebagai
berikut. Bhoga melibatkan 4 hal
berikut, yaitu :
1) Purusa,
2) Buddhi
3) Pantulan benda pada buddhi
4) Ahamkara
(Gunawan,
2012: 99-101)
Saiva
Siddhanta Dualis berpendapat bahwa Bhoga
merupakan kesadaran dari perubahan Buddhi,
yang dilibatkan dalam keputusan tentang kesenangan atau kesedihan luar oleh
sang diri yang memiliki perasaan, yang cuma merupakan kesadaran dari Buddhi
yang dipengaruhi oleh sang diri tersebut. Ia tidak melibatkan pengaruh
yang sebenarnya dari sang diri dengan perubahan dari Budhhi. Dalam Bhoga sang
diri berada dalam perhubungan dengan Buddhi
yang terpengaruhi, persis seperti bulan dengan bayangannya yang jatuh di air.
Saiva
Siddhanta Dualis juga dibedakan dengan Pasupati
dualis, dimana Pasupati dualis
menerima 5 kategori awal, yaitu : a) Karana, b) Karya, c)Yoga, d) Vidhi, e) Duhkanta.
Tetapi Saiva Siddhanta Dualis hanya
menerima 3 kategori saja, yaitu : a) Pati,
b)Pasu, c)Pasa, Tampak bahwa Saiva
Siddhanta Dualis dan yang lebih awal yaitu Saiva Dualis, keduanya dipengaruhi oleh Pasupata, yang tampaknya lebih awal adanya; karena Saiva Siddhanta Dualis tampaknya
meminjam konsep Karana sebagai
penyebab tanpa sebab, dari Pasupata
dan menyebutnya sebagai “Pati” karena
tidak ada perbedaan konsepsual antara Karana
dan Pati; dimana yang membedakannya
hanya dalam masalah kata saja dan juga karena didalam Pasupata Sutra oleh Lakulisa,
kita menemukan kata “pati” yang
dipergunakan untuk menyebut Karana.
Saiva
Siddhanta Dualis menerima teori metafisika dari Pasupata, yakni bahwa pnyebab material berbeda dengan penyebab
efisien; tetapi ia mengdakan perbaikan pada konsepsi tentang pembebasan, karena
sementara terjadi kebebasan. Saiva
Siddhanta Dualis berpendapat
bahwa hal itu merupakan pencapaian kesamaan, yang berkaitandengn daya-daya
pengetahuan dan kegiatan dengan jiwa.
Konsep Saiva Siddhanta Dualis
tentang kategori, sangat dekat sekali hubungannya dengan konsepsinya dengan
pemusnahan semesta (Maharta Samhara) dan
ia berpendapat bahwa satu kategori (tattwa)
adalah sesuatu yang ada meskipun terjadi pemusnahan semesta dan merupakan suatu
kondisi, langsung maupun tidak langsung, dari segala pengalaman empiris maupun
transedental.
Jadi Saiva Siddhanta Dualis
berpendapat bahwa hanya terdapat 3 kategori awal, yaitu : a) Maya atau Mahamaya, b) Purusa dan
c) Siva. Yang juga dapat dikatakan
sebagai Pati, Pasu dan Pasa, dimana dalam hal ini Pati sebagai pengganti Siva, Pasu sebagai pengganti Purusa, dan Pasa sebagai pengganti Maya
atau Mahamaya, meskipun tidak begitu
tepat karena Pasa sebagai sebuah
katagori awal memiliki 5 kategori bebas, yaitu: a) Mala, b) Rodhasakti, c) Karma, d) Maya, dan e) Bidhu, yang
juga disebut sebagai Mahamaya.
Pati atau Siva sebagai kategori pertama yang
bebas merupakan penguasa ternak, yang maksudnya adalah sebagai penguasa mahluk
hidup atau penguasa segala sesuatunya sehingga dapat dikatakan sebagai
Mahakuasa. Ia meresapi segalanya, abadi, tanpa awal dan tanpa akhir, bebas dari
segala kekotoran, terbebas dari sebab dan akibat, yang tetap tak berubah
meskipun ia menciptakan alam semesta ini. Dan daya-daya dari Siva (Pati) meliputi berbagai macam
kekuatan antara lain :
1. Daya
pengetahuan (Jnana Sakti), yang
berhubungan dengan Bindu yang abadi.
2. Daya kegiatan
( Kriya Sakti)
3. Daya kehendak
( Iccha Sakti)
4. Daya
penciptaan (Srsti Sakti)
5. Daya
memelihara ( Sthiti Sakti)
6. Daya
penghancuran (Samhara Sakti)
7. Daya
pengaburan atau menyelubungi (Tirobhava
Sakti)
8. Daya pemberi
anugrah ( Anugraha Sakti)
Pasa
sebagai salah satu kategori awal dari sistem filsafat ini adalah belenggu yang
mengikat roh-roh dan bertanggung jawab atas perbedaan Pasu dan Pati. Pasa
seperti yang telah diuraikan memilki 5 kategori, yaitu: Mala, Maya, Pas, Nirodhasakti, Bindu.
Mala, Belenggu yang pertama tidak
memiliki awal.Ia menyembunyikan daya-daya pengetahuan dan kegiatan dari sang
diri dengan memakai daya pemisahan sehingga lepasnya Mala dari seorang pribadi bukan berarti pembebasan sepenuhnya
karena ia membungkus pribadi.
Maya,
merupakan hakekatmahluk hidup, yang meruapakan penyebab matrial dari suatu
yang kasar atau yang halus dan sebuah belenggu. Dan Maya lah yang beranggung jawab terdap kekeliruan.
Karma,
yang sering disebut sebagai nasib pribadi, adalah timbunan dari akibat
perbuatan masa lalu dari setiap pribadi, yang siklusnya tanpa awal, yang
menentukan jenis badan dan indra yang akan diperoleh pada waktu kelahirannya
kembali, dan juga yang menentukan pengalaman dan obyek-obyeknya.
Bindu,
bukan hanya diterima sebagai suatu ketidakmurnian tetapi juga sebagai penyebab
material dari penciptaan murni. Konsepsi Bindu
sebagai ketidak murnian, dekat sekali kaitannya dengan pandangan bahwa “Pembebasan” (Mukti). ada dua macam, yaitu Para
dan Apara. Saiva Siddhanta Dualis mengakui bahwa terdapat
dunia-dunia yang mengatasi. dunia tempat kita tinggal terbelenggu ini, yang
merupakan ciptaan dari Maya. Ia
mengakui bahwa ada 5 katagori yang mengatasi Maya dan ada 3 dunia yang berkaitan dengan 3 katagori, yaitu: Sadasiva, Isvara, Vidya. Dan bahwa
roh¬roh yang telah, mendapatkan pembebasan dari Maya dan Karma dan
disebut Vijnanakala, berdiam disana
sesuai dengan tingkat kematangan spiritualnya.
Saiva
Siddhanta Dualis mengemukakan bahwa pengetahuan tertentu tak dapat dijelaskan
dalam istilah Buddhi, karena penentuan
juga dijumpai pada tingkatan. itu, yang mengatasi Maya. Selanjutnya fungsi dari Buddhi,
adalah untuk menimbang atau memutuskan (adhyavasgya).
Oleh karena itu Buddhi mempergunakan
kata-kata dan mengandaikan, kehadirannya.
Sang Roh pribadi (Pasu) dengan pengalaman yang panjang, belajar bahwa Samsara ini penuh dengan penderitaan dan
bersifat sementara dan bahwa ia dapat mencapai kebahagiaan abadi dan kekekalan
hanya dengan pencapaian Sivatva atau
hakekat Siva atau realisasi Tuhan. la
mengembangkan Vairagya
(ketidakterikatan) dan Viveka
(pembedaan antara yang nyata dan yang tidak nyata; yang tetap dengan yang
berubah).
Belenggu dapat dilepaskan hanya
melalui, Disiplin dan karunia memuncak dalam Jnana, yang merupakan pelepasan tertinggi atau pencapaian
kebahagiaan akhir. Karma dan cara-cara lainnya hanya merupakan tambahan atau
pembantu. Pencapaian Sivatva atau
hakekat jiwa bukan dimaksudkan penggabungan sepenuhnya antara roh dengan Siva; karena roh yang terbebas tidak
kehilangan kepribadiannya. Sivatva merupakan
realisasi dari identitas inti, kendatipun berbeda. Roh mencapai hakekat Siva atau Tuhan, tetapi dirinya
bukanlah, Siva atau Tuhan.
Konsep moksa yang diakui dalam Siva Siddhanta
Dualis, ada.2 macam, seperti diuraikan didepan, yaitu Para Moksa dan Apara Moksa, atau pembebasan yang lebih tinggi dan pembebasan yang lebih
rendah
(Maswinara,
2006: 236-242)
2.2.3 DVAITADVAITA DARI LAKULISA PASUPATA
Sistem filsafat Lakulisa Pasupata
berbeda dengan Pasupata yang bersifat dualis, walaupun keduanya mengakui adanya
5 kategori utama, yaitu : Karana, Karya, Yoga, Vidhi dan Duhkhanta.
2.2.3.1 Pada sistem filsafat lain, masalah pembebasan tiada
lain merupakan akhir dari segala kesengsaraan, tetapi menurut sistem filsafat Lakulisa Pasupata, pembebasan merupakan
pencapaian keunggulan atau kesempurnaan Ilahi. Di sini perbedaan Lakulisa Pasupata dengan Pasupata dualis dinyatakan ; karena Lakulisa tampaknya mengawali Pasupata Sutranya dengan objek tentang
pernyataan perbedaan dari sistem filsafatnya dengan Pasupata yang lebih awal, karena tujuan karya tersebut, seperti
yang dinyatakan dalam Sutra
pertamanya, adalah untuk menghadirkan disiplin spiritual yang berguna dalam
penyatuan dengan tuhan, seperti yang dikemukakan oleh Tuhan sendiri (athatah pasupateh pasupatam yogavidhim
vyakhyasyamah).
2.2.3.2 Sistem filsafat
lain mengakui bahwa akibat (Karya) tak akan terjadi sebelum terjadi, tetapi
menurut sistem filsafat Lakulisa Pasupata,
akibatnya (Karya) yang terbagi menjadi 3 kategori, yaitu : Kala, Vidya dan Pasu,
adalah abadi.
2.2.3.3 Menurut Lakulisa Pasupata, Tuhan adalah bebas,
karena seperti yang akan kita saksikan secara metafisika sistem ini merupakan
kebebasan yang rasionalistik. Ratna
Prabha, Pasupata mengakui 2 penyebab, yaitu Isvara dan Pradhana.
Dua titik perbedaan yang dinyatakan di sana tampaknya untuk menunjukannya
terhadap sistem Yoga dan Mimamsa.
Lakulisa dalam Pasupata Sutra-nya dan
perbedaan antara teks-teks (naskah) dari mantra mini, seperti yang dijumpai
dalam Taittiriya Aranyaka, dengan yang dipergunakan oleh Lakulisa.
a.
Menurut Lakulisa
Pasupata, Moksa tak terkandung dalam penghentian dari semua kemalangan (duhkhanta)
b.
Akibat, menurut
beberapa sistem lain, misalnya Vaisesika, adalah yang tidak ada sebelum hal itu
terjadi (asatkaryavada); tetapi menurut sistem ini, akibat tersebut sifatnya
abadi, sehingga Kala, Vidya dan Pasu semuanya abadi.
c.
Menurut beberapa sistem
lain, penyebab efisien tergantung pada sesuatu diluar, berkenaan dengan masalah
penciptaan dan akibat.
d.
Upacara-upacara, yang
diuraikan oleh beberapa sistem lain membawa menuju surga, dsb.
e.
Lakulisa Pasupata
menolak konsepsi Moksa seperti yang dikemukakan oleh Ramanuja dan Ananda
Tirtha, yang secara teknis disebut “perbudakan” (dasatva), karena perbudakan
bukanlah akhir dari segala kesengsaraan.
Dan Perbedaan antara Saiva Dualis dengan Lakulisa
Pasupata adalah sebagai berikut :
1)
Menurut Lakulisa Pasupata, Tuhan terlepas
(bebas) dari Karma dalam kegiatan penciptaan-Nya, tetapi menurut Saiva Dualis, dia tergantung pada Karma.
2)
Menurut Lakulisa Pasupata, daya pengetahuan dan
kegiatan lolos ke dalam pembebasan (sankranti), tetapi menurut Saiva Dualis daya-daya tersebut berwujud
(abhivyakti).
3)
Saiva
Dualis mengakui Siva sebagai si pencipta berdasarkan penyimpulan, sehingga
argumentasinya merupakan kosmologi.
Sistem filsafat Lakulisa
Pasupata, dimana 2 kategori bersifat metafisika dan 3 kategori bersifat
agamais sehingga dalam sistem ini tak kenal pencabangan antara filsafat dan
agama. Kelima kategori tersebut adalah :
a). Karana
(Pati), b). Karya (pasu), c). Yoga, d). Vidhi, dan e). Dukhanta; atau Tuhan
Pati atau Brahman adalah Sat
(keberadaan), yang berbeda dengan Asat (bukan
keberadaan). Sifatnya yang abadi berbeda dengan pembebasan, karena Lakulisa Pasupata berpendapat bahwa
keabadian ada dua jenis, yaitu: yang tidak memiliki awal dan akhir, serta yang
memiliki awal tetapi tidak memiliki akhir. Dan jenis yang pertama merupakan
milik dari penyebab atau Pati dan
jenis yang kedua merupakan milik dari terbebaskan atau Moksa, karena ia memiliki awal tetapi tidak memiliki akhir. Pati merupakan penyebab tanpa sebab yang
abadi, yang tanpa awal-Nya berbeda dengan Purusa, seperti yang dinyatakan oleh Samkhya dan Yoga. Purusa merupakan subjek kelahiran dan kematian, tetapi Pati bebas dari hal-hal semacam itu. Sadyojata
ini harus dicapai secara mental untuk pengecualian dari segala sesuatu lainnya
dan si perenung harus mempersembahkan seluruh keberadaannya kepadanya.
Kata
Karya sebagai nama dari katagori yang kedua dalam filsafat ini, bukan berarti
“yang diakibatkan atau hasil yang belum ada sebelum dihasilkan”; tetapi yang
merupakan obyek dari kehendak Tuhan yang bebas, yaitu yang “tidak bebas” (asvatantra) sebagai lawan dari Tuhan (Pati) yang bebas, karena system ini
menyatakan bahwa “Pati” (penguasa)
tak berarti tanpa Pasu. Akhirnya
system ini menyertakan 3 katagori yang tidak bebas, yaitu Vidya (subyek yang terbatas), Kala
(materi) dan Pasu (Subyek pribadi).
Yoga
yaitu penyatuan dengan Tuhan. Jadi menurut Patanjali, yoga hanya
semata-semata untuk mencapi kaivlya. Namun menurut sistem ini Yoga adalah
akhir atau tujuan untuk mencapai Siva.
Vidhi,
termasuk kehidupan pertapaan, ucapan bhakti
dan pengendalian idria-indria. Lakulisa lebih banyak menekankan pada
penaklukan indra-indra guna pemahan spiritualdan penyatuan dengan Tuhan atau
Siva.
Duhkhanta,
yang akhir dari segala kesengsaraan. Lakulisa
menyatakan bahwa akhir ini tergantung pada anugrah-Nya dan tidak dapt diproleh
melalui pengetahuan dan penolakan duniawi.
Menurut
Lakulisa Pasupata, sang Atman adalah yang mengetahui badan,
termasuk indra-indra dalam dan luar, yang dikenal juga sebagai Ksetrajana dan merupakan kesadaran diri (Cetana). Apabila medapatkan tinggkat
spiritual yang tinggi akan memproleh daya penggabungan dengan pengetahuan. Dan
lima ketidak murnian dari masing-masing mala.
a) Mithyajnana, b) Adharma, c) Saktihetu, d) Cyuti, e) Pati
(Tuhan).
1)
Lima
cara untuk membebaskan diri dari 5
ketidak murnian, yaitu:
a) Basa, b) Carya, c) Japa-dhyana, d) Sadaraudrasmrti, e) Prasada (Anugerah),
2) Desa, yang merupakan pancaka yang kedua. Tempat (desa),
dimana seseorang berusaha untuk mencapai pembebasan akhir, hendaknya hidup
dalam 5 tahapan, pada 5 tempat, yaitu: 1. Kuil (pura); 2. Tempat, dimana para
pemuja berkumpul; 3. Gua; 4. Tempat pembakaran mayat, dan 5. Rudra.
Lakuliasa Pasupata mengakui 8 cara
penyatuan dengan Tuhan, yang dikenal sebagai 8 bagian dari Yoga (astanga yoga), yaitu: (1) Melakukan
tugas wajib sehari-hari (yama), (2) Menghindari
perbuatan yang dilarang (niyama), (3)
Sikap badan (asana), (4) Pengendalian
nafas (pranayama), (5) Penarikan
fikiran dari obyek luar (pratyahara),
(6) Konsentrasi pikiran (dharana),
(7) Meditasi, (8) Samadhi.
Pembebasan menurut Lakulisa Pasupata bukan hanya bebas dari
belenggu saja tetapi juga penyatuan (yoga). Lakulisa
pasupata mengakui pembatasan kesadaran diri atau kepribadian hanya suatu
bentuk terbatas dari pikran (vrtyakarasya).
(Maswinara,2006:243)
2.2.4 VISITADVAITA
SAIVA ATAU SAIVA MONISTIK
BERSYARAT
Gandharva, dalam Mahimna
Stotra, yang menjukkan Siva dalam 8 kata sebagai penggati
atribut utamanya, Ia disebut “Bhava”, karena
ia merupakan sumber alam semesta dan pemikiran ini dijumpai Taittiriya Aranya, yaitu “ bhavodbhavaya”. Disebut “ Sarva”
karena ia menghancurkan alam semesta pada saat peleburan ; Siva karena ia memiliki atribut yang
baik “Pasupati”, karena ia
mengendalikan roh-roh dalam belenggu. “ Paramesvara”,
karena ia menguasai segenapa alam
semesta. “Mahadeva”, karena Ia
bersandar pada kebahagiaan transendental-Nya sendiri. Rudra, karena Ia membebaskan yang terbelenggu dari ikatan
keberadaannya yang berpindah-pindah. ”Sambhu”,
karena Ia memberikan kesejahtraan dan kebahagiaan pada segenap ciptaannya.
Atribut ini didefinisikan terakhir secara subyektif dan obyektif. Secara
subyektif Ia adalah kebaikan dan penuh kebahagiaan dan secara obyektif Ia
menyebabkan penciptaan, pemeliharan, dan penghancuran, pengaburan dan
penganugrahan.
Kesatuan Brahman atau Siva merupakan kesatuan yang sama dengan pengalaman Estetika,
karena keselarasan penyatuan dari segal isinya, demikian pula Siva merupakan suatu kesatuan, karena
semua yang ada didalam-Nya membentuk satu kesatuan yang sam dengan yang
dibentuk oleh berbagai bahan dari “Panaka
Rasa”, sehingga Ia bukan merupakan kesatuan yang murni, tetapi kesatuan
dalam kejamakan, dan Ia tidak ada tanpa atribut, karena daya untuk menghasilkan
kejamakan kasar merupakan sifat alamiah-Nya seperti panas pada apai. Ia adalah
penyebab material maupun penyebab efesien, karena dari daya milik-Nya.
Pada keadaan penghancuran semesta, di mana
matahari dan bulan, waktu dan ruang sebagai terbatas, serta nama dan rupa
lenyap sepenuhnya; sedangkan diri pribadi dan penyebab matrial (Pasu dan Pasa) tetap tidak berhenti adanya. Kegiatan penciptaan didorong
oleh belas kasihan-Nya guna roh-roh yang terbelenggu. Buah dari timbulnya
akibat perbuatan –perbuatan baik dan berdosa, sehingga mendapat pembebasan dari
belenggu karma.
Pasu adalah yang memilki tetidak murnian yang tanpa awal, yaitu; Pasupata, Karma, Mayiya.. Yakni ketika
bebas dari suatu kondisi luar. Dalam kenyataanya, daya pengetahuan dan kegiatan
tak terbatas, karena tidak murni yang tanpa awal, sehingga apabila
ketidakmurnian dilepaskan, maka daya pengetahuan dan kegiatan yang ada
bersamanya menjadi wujud dan mencapai kesamaan dengan Siva.
Visistadvaita Saivaisme
menyatakan bahwa walaupaun pada pembebasan pribadi yang dibeda-bedakan secara pribadi,
memilki keberadaan yang terpisah dengan Brahman
atau Siva dan tidak memiliki
kesadaran tentang kejamakan empirls dan ia melihat tiada lain dari Brahman.
(Maswinara, 2006:271)
2.2.5 VISESADVAITA DARI SRIPATI (VIRA SAIVA)
Seperti diketahui bahwa ajaran Vira Saiva merupakan sistem yang
memandang tentang identitas roh (jiva)
dan Siva berjenjang sesuai dengan
tingkat kemajuan spiritual penganutnya. Pada tahap awal, dimana seseorang masih
dalam tahapan bhakta (penyembah), ia
merasakan adanya perbedaan (bheda)
antara si penyembah (bhakta) dengan
yang disembah (siva) dan dengan
semakin maju majunya tingkat perkembangan spiritual seseorang maka akan
tercapailah adbeda (tiada perbedaan)
antara si penyembah (roh) dengan yang disembah (siva).
Jadi virasaiva disini merupakan suatu ajaran yang mampu menghentikan
hasutan mental (pikiran), Sehingga menginginkan untuk dapat mencapai mukti (pembebasan). Virasaiva juga disebut lingayata,
karena salah satu sradhanya adalah kepercayaan akan lingga. Ia juga disebut sebagai dvaitadvaita,
kerena ia berpendapat bahwa ketulusan (bhakti) merupakan cara yang utama untuk
penyatuan ( sayujya) dengan realitas
terakhir,
Ia disebut Sivadvaita, karena
berpendapat bahwa realitas terakhir adalah Siva,
keberadaan universal yang meresapi segalanya. Ia juga di sebut Sarvasrutisramata, karena ia menyatakan
bahwa pandangannya berasal dari semua
naskah suci dan mempertahankan secara konsisten dan selaras. Ia disebut Dualis Monoistik, karna ia berpendapat
bahwa Dvaita dan Advaita ,atau dualis dan Monoistik, Ia menyatakan bahwa peribadi berbeda dengan
siva pada tingkat empiris, tetapi menjadi satu dengan-Nya apabila ia bergabung
ke dalam-Nyas pada saat pembebasan. Ia disebut Sakti Vistiadvaitra.
Tradisi keagamaan yang berlaku
diantara kehidupan vira saiva,
mengatakan bahwa Vira saiva didirikan
oleh 5 orang acarya yaitu.
1)
Ranukaryadhya atau
Revanaradhya
2)
Darukaradhya atau
Maeularadhya.
3)
Ekoramaradhya.
4)
Panditaradhya.
5)
Visvaradhya
Astavarana,
yang mencirikan penganut Vira Saiva
tersebut adalah sebagai berikut: a) Guru Merupakan pembimbingan spiritual yang
akan melakukan diksa kepada para pemula dan penghormatan kepadanya adalah tanpa
batas. b) Lingga yang berasal dari akar
kata “li” dan “gam”. “Li” artinya mengembalikan, dan “Gam” artinya pergi atau
keluar atau memproyeksikan. Jadi Linga,adalah Ia yang memproyeksikan alam
semesta dan mempralaya (mengembalikan) alam semesta tersebut kedalam
diri-Nya. Bagi penganut vira saiva, linga adalah Siva itu sendiri, dan linga dipercaya
sama dengan seorang guru. c) Jangama Istilah
ini hanya dikenal dalam Vira Saiva,
yang menyatakan seorang yang bepergian dari satu tempat ke tempat lainnya
dengan membawakan dharma vacana. d) Padodaka Secara tersurat
artinya air dari kaki sang guru atau air suci pengamat vira saiva memiliki
keyakinan penuh terhadap kesucian seorang guru. e) Prasada berupa makanan yang
diserahkan kepadda seorang guru, kemudian oleh guru, makanan tersebut
dikembalikan kepada para fakta sebagai prasada. f) Vibbhuti Yaitu merupakan abu
suci yang dipersiapkan dengan konsentrasi tinggi oleh seorang acarya dengan
mengucapkan mmantra-mantra tertentu. g) RrudraksaYang merupakan sejenis biji
buah yang dipercayai berasal dari mata siva dan untaian rudriksa dikalungkan
dileher, kepala, telinga dan dipakai selama melakukan japa. h) Mantra Yaitu
rumusan suci yang terddiri atas lima suku kata yaitu na-ma-si-va-ya, yang
disebut pancaksara maha mantra, merupakan maha mantra seperti halnya gayatri
mantra didalam weda.
2.2.5.1 Konsepsi
Tentang Tuhan
Konsepsi tentang Tuhan dalam sistem vira saiva adalah berjenjang sesuai
dengan pengembangan spiritual, Pada tahap awal kepercayaan terhadap Tuhan
adalah satu tiada duanya, penganut vira
saiva sangat teguh keyakinannya terhadap Tuhan yang maha kuasa. Sesuatu
dalam persatuannya dalam obyek lain menghasilkan sifat-sifat yang berbeda denga
dunia yang yang tak terbatas ini. Vira
saiva tidak sependapat dengan ajaran politheisme dan menolak ketuhanan
brahma, seperti halnya siva siddhanta
yang menggolong-golongkan jiva. Vira
saiva yaitu siva yang pemurah.
2.2.5.2 Skti atu Maya
Dalam vira saiva, yang merupakan kesatuan yang abadi hanyalah siva , dan segala sesuatunya bersumber
pada siva juga. Umumnya,kata maya
dipergunakan dalam vacana sastra, dengan
pengertian ”keterikatan duniawi”, yang menyebabkan keterikatan dengan obyek
duniawi yang ada pada setiap roh.
2.2.5.3 Penampakan
Dan Realitas
Menurut Vira Saina, semuanya ini berasal dari Siva. Dan jiva tiada lain
dari param Siva di bawah pembantasan (kancuka).
2.2.5.4 Alam
Semesta Dan Jiva
1. Evolusi Alam Semesta
Pada awalnya secara logika dan bukan
mengemai waktu terdapat ketiadaan,yang merupakan suatu ketiadaan sepenuhnya
yang tak terbayangkan. Muncullah niskala brahma, yaitu brahma tanpa bagian
bagian, yang memiliki jnana-cittu, yakni
pemikiran dalam wujud pengetahuan sebagai badannya. Brahma ini, melalui kerja
sama Jnana-Cittu menghasilkan Cinnada, Cidbindu dan Citkala,
yaitu Cit sebagai suara, Cit seba gai potensialitas dan Cit sebagai seni membangun. Dan maha
lingga merubah dirinya kedalam wujud yang setelah mewujudkan lima lingga,
bersatu pada 5 sadakhya,atau kemegahan dari 5 lingga yaitu.:
1) Karma- Sadakhya, atau kemegahan dari
Acara-Lingga
2) Karma-
Sadakhya, atau kemegahan dari Guru-Lingga
3) Murti- Sadakhya kemegahan dari
Sivalingga
4) Amurti- Sadakhya atau kemegahan dari
Jangama-Lingga
5) Siva- Sadakhya atau kemegahan dari
Prasada-Linga
Dari kesamaan pandangan kita dapat menyimpulkan bahwa vira saiva telah melanjutkan kepercayaan kunu tentang kebradaan dari asat.
Memahami kepustakan sanskrta kuno adalah
wajar untuk menelusuri pemikiran vira
saiva tentang evolusi yang bersumber dalam Tirriyopanisad II, I tanpa menghiraukan
anggapan tradisional.
2. Jiva
Jiva
adalah hakekatnya dari sinar. Percikan
dipancarkan, dalam bagaian dari obyek yang kosong sama sekali. Dan Vira
Saiva penyebab keterikatan antara Samsara. Vira Saiva menyatakan bahwa jiva
dituntut untuk menuju pembebasan sepenuhnyadari Avidya dan ketika sang
roh melupakan sepenuhnya hakekeat diri dari Avidya, sehingga diperlukan
beberapa tahapan yanbg berjenjang. Dan Mayideva menyebutkan bahwa jiwa-jiwa itu
dikenal sebagai Visva, Taijasa,
dan Pranjna. Sang roh dalam
kondisis terjaga dikenal sebagai Visva, pada kondisi mimpi sebagai Taijasa,
dan pada kondisis tertidur lelap sebagai Prajna. Jiwa sebagai Prajna menempati
badan penyebab (karana- tanu), sebagai
Taijaasa dalam badan halus (suksma-tanu) dan sebagai Visva
, dalam badan kasar atau badan fisik (sthula-tanu).
2.2.5.5 Jenjang Spiritual (Satsthala).
Sthala, adalah
tempat dimana seluruh alam semesta, dengan obyek bergerak maupun tak begerak
berasal, ditunjukkan dan di pelihara, serta kemana nanatinya ia akan kembali.
Dan Sthala merupakan suatu persiapan untuk menuju jenjang berikutnya
yang lebih tinggi. Kehidupan spiritual dari para penganut Vira Saiva daiatur dalam 6 jenjang. Jipa, karena diselubungi oleh Avidya hanya
mengamati obyek material atau Bhoga yang dianggapnya mendatangkan segala
kebahagiaan.
(Maswinara,
2006:279)
2.2.6 SIVA NANDIKESVARA
Nandikesvara Saiva
memiliki kecenderungan mistis, yang dapat dikatakan lebih mendominir, karena
situasi yang memungkinkan untuk menjelaskan system ini, adalah mistis, para
bijak melaksanakan tapah guna mendapatkan penerangan mistis, seperti anugrah
yang diberikan Siva kepada mereka
yang tampak secara mistis dan mengajar mereka bahwa realitas melampaui semua
kategori: yaitu sang diri, atau sang “aku” atau “aham”, yang melampaui semuanya, yang semuanya penuh anugrah dan
yang merupakan saksi transendental dari segala sesuatunya.
Ada tiga mistikisme dasar yaitu: (1)
realitas yang demikian itu merupakan perwujudan akhir, yaitu pengalaman akhir
dan abadi bahwa suatu tujuan mistis pada pencapaian melalui kehidupan dan
pelaksanaan mistis, (2) realitas seperti yang tampak pada seorang mistis, dalam
suatu pandangan mistis, (3) keyakinan, dengan mana dan dalam mana seorang
mistis hidup. Sifat melampaui segalanya dari realitas mistis, penampakan
realitas ini dalam suatu bentuk mistis, dalam pandangan mistis, dan keyakinan
pada anugrahnya merupakan praduga mendasar dari mistisme.
Nandikeswara dalam penafsirannya tentang
sutra pertama dari Maheswara sutra, membicarakan tentang
realitas metafisika yang diidentifikasikan dengan huruf pertama “A” sebagai Brahman yang bebas dari segala guna, yang ada pada sesuatu dan
merupakan sumber atau asal mula dari semua huruf dan juga asal mula dari
segenap alam semesta, termasuk banyak dunia yang berbeda. Brahman ini menjadikan atau
mewujudkan dirinya sendiri sebagai alam semesta melalui dayanya yang disebut “citkala” atau “citsakti” sehingga disebut “iswara”
huruf “I” dan “U” dalam Sutra tersebut
maksudnya “Daya” (citkala) dan “Tuhan”.
Kata “citkala” ditafsirkan sebagai “maya”,
sehingga menjadi jelas disini bahwa “maya”
dalam konteks ini tidak memiliki arti seperti yang dimaksudkan dalam filsafat “Vedanta”, yaitu prinsip ketidak tahuan
dan khayalan, yang tak dapat dinyatakan sebagai “keberadaan” ataupun “bukan
keberadaan”, karena dalam system “Nandikeswara”,
tak ada kategori seperti maya, yang
berbeda dengan sakti, seperti system saiva lainnya.
Nandikeswara
mengakui adanya 36 kategori dan berpendapat bahwa parasiva melampaui kategori-kategori yang dapat dinyatakan sebagai
berikut: 1 siva, 2 sakti, 3 isvara, 4-28; 25 kategori
dari samkya, 29-33; 5 udara vital,
34-36; tri guna.
(Maswinara,
2006: 309-314)
2.2.7 SIVA RASESVARA
System
Rasesvara lebih bersifat ilmu
pengetahuan, ketimbang suatu aliran filsafat. Ia tidak mengetengahkan suatu
teori metafisika, etika dan epistemika baru, tetapi tetap termasuk dalam system
filsafat. Tradisi tentang ilmu pengetahuan air raksa tampaknya terus berjalan berabad-abad.
Penyidikan mengenai air raksa tampaknya telah dilakukan sekitar 600 tahun dan
hasil dari penyelidikan ini terkadung dalam sejumlah besar buku. Beberapa buah
karya-karya ini mengakui susunannya dalam saivagama
atau tantra dan sesudahnya karya-karya
itu kebanyakan didasarkan padanya. Dalam beberapa tantra, hanya terdapat referensi pemrosesan dan pemurnian air
raksa. Misalnya: dalam Rudra Yamala
Tantra, yang terutama dikaitkan dengan pelaksanaan Yoga, seperti hubungan pada Cakra-cakra
yang berbeda, tiada lain tentang ilmu pengetahuan.
Sistem filsafat Rasesvara menghadirkan tahapan puncak dari system pengobatan India
yang disebut Ayurveda dan diantara 8
cabang Ayurveda yang dikenal baik,
pengobatan, pembedahan dan kebidanan, Rasayana
adalah yang terkenal. System Rasesvara
menghadirkan suatu dorongan pada konsepsi Rasayana
yang lebih awal. Menurut Cakra, Rasayana berhasil dalam memperpanjang
umur, memperkuat ingatan, membuat awet muda dan sebagainya. Tetapi system Rasesvara berpendapat bahwa air raksa (rasendra) yang diproses dan dimurnikan,
sesuai dengan cara dan tujuannya, dinyatakan dalam naskah-nahkah yang berwenang
dalam system ini, mampu memberikan keabadian (amaratva) terhadap si pemakainya.
Rasesvara
mempertahankan pendapat bahwa masalah kimia merupakan suatu ilmu pengetahuan
yang berguna. Ia menyatakan bahwa air raksa yang diproses dan dimurnikan dengan
cara seperti yang diberikan dalam kepustakaan system ini, apabila dicampur
dengan logam lain, seperti besi, tembaga, perak dan timah dalam proporsi 1/1000
dari total berat logam lainnya itu, akan merubahnya menjadi emas. Ia memberikan
informasi tentang segala sesuatu yang diperlukan guna pemorsesan dan pemurnian
air raksa. Ia menyatakan tentang obat-obatan, logam dan rekayasa mekanik, yang
diperlukan untuk tujuan diatas. Ia memberikan penjelasan tentang warna, rasa
dan bau serta rincian lainnya untuk mengidentifikasikan rerumputan untuk
obat-obatan serta menyatakan ciri-ciri tempat, dimana ia dapat ditemukan.
Menurut system filfasat Rasesvara tak
ada pertentangan antara ilmu pengetahuan dengan agama, dan keduanya berjalan
bergandengan.
Sistem filsafat yang didasarkan pada
ilmu pengetahuan tentang air raksa, berbeda dengan yang didasarkan pada ilmu
pengetahuan pengobatan, seperti yang dinyatakan oleh Cakra. Sumber dari Ayurveda
sebagai sebuah ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk memelihara kesehatan dan
menyembuhkan penyakit kesengsaraan, ditelusuri dalam Atharva Veda.
(Maswinara,
2006: 315-320)
2.2.8 SIVA KASHMIR (MONISTIK)
Filsafat Siva Kashmir (Monistik) adalah sebagai ajaran rahasia, diajarkan
kepada para sadhaka yang telah giat
mengujinya dalam laboratorium sang diri. Dalam perjalanan waktu yang cukup
panjang, hanya pemujaan dan ritual saja yang masih berlaku, tetapi aspek
filosofinya telah ditinggalkan. Barangkali beberapa orang yang terpilih masih
mengetahui ajaran filsafat melalui tradisi lisan, dan salah satu orang bijak
orang tersebut adalah Vasugupta, yang
telah menemukan dan menulisnya. Ia hidup pada akhir abad ke-8 Masehi dan sejak
itu penulisan filsafat telah giat dilakukan serta berkelanjutan selama 4 abad.
Kepustakaan Saiva juga disebut
sebagai system trika (Siva-Sakti-Nara) dapat dikelompokkan
secara luas menjadi:
2.2.8.1 Agama
Sastra
Agama sastra diyakini sebagai sebuah
wahyu dari Siva yang memiliki arti
pengalaman sepiritual para bijak yang harus dilaksanakan secara disiplin dan
diturunkan dari guru kepada murid. Karya-karya tulis dari para bijak yang
mendasari ajaran ini antara lain adalah Maliniwijaya,
Svacchanda, Vijnanabhairava, Mrgendra, Rudrayamala, dan Siva Sutra yang semuanya berjumlah 64 Saivagama. Mengenai Siva Sutra ada 3 kategori yang berkaitan tentang pewahyuan kepada Vasugupta yaitu:
1. Kallata
dalam Spanda Vrtti mengatakan bahwa Siva mengajarkan Siva Sutra ini dalam sebuah mimpi kepada Vasugupta.
2. Bhaskara
mengatakan dalam varttikanya tentang Siva Sutra bahwa ajaran tersebut
diwahyukan kepada Vasugupta dalam
sebuah mimpi oleh seorang siddha,
yaitu makhluk sempurna setengah ilahi.
3. Ksemaraja,
menyatakan bahwa Siva menampakan
diri di hadapan Vasugupta dalam
sebuah mimpi dan berkata ”di pegunungan Madeva,
ajaran rahasia diuraikan (dituliskan) pada sepongkah batu. Kumpulan ajaran
tersebut dan di ajarkan kepada mereka yang patutu mendapatkan anugrah”. Ketika
terbagun Vasugupta pergi ketempat yang ditunjukakan dan hanya dengan
menyentuh batu tertentu ia menemukan Siva
Sutra tertulis dan di san batu itu disebut Samkaropal.
2.2.8.2 Spanda Sastra.
Merupakan secara rinci prinsip-prinsip
dari Siva Sutra, terutama dari titik
pandang Sakti. Karya pokok dari Sastra ini adalah Spanda
sastra atau yang umum dikenal
sebagai Spanda Karika, dengan
ulasan-ulasannya, antara lain: Pradipika,
oleh Utpala Vaisnava, Vivrtti oleh
Ramakantha, Spandasandoha, dan
Spandanirnaya oleh Ksemaaraja.
2.2.8.3 Pratyabhijna Sastra.
Memuat ajaran-ajaran pokok dari Saiva Advaita,. Karya-karya penting mengenai sastra ini adalah Siva-drsti oleh Somananda, Isvara-Pratyabhijna oleh Utpala, yang
merupakan seorang murid dari Somananda. Ulasan-ulasan tentang hal ini ada
beberapa buah, antara lain: Pratyabhijna Vimarsin, Pratyabhijna vivrtti
vimarsin oleh Vasugupta. Serta
inti sari dari ajaran Pratyabhijna Sastra,
yaitu Pratyabhijna hrdyam, yang di
pisahkan oleh Ksemaaraja.
Saiva
Kasmir Monistik sepaham dengan Buddhisme,
dalam penolakan terdapat perbedaan
antara yang mengetahui atau subyek dan pengetahuan, seperti yang di akui Vaisesa, dimana subyek sebagai bahan dan
pengetahuan sebagai sifat dari bahan tersebut, tetapi subyrk permanen perlu
untuk menerangkan masalah ingatan dan ingatan tak dapat di jelaskan dalam
batasan bekas-bekas saja seperti pandangan Buddha.
Pendekatannya terhadap masalah
ingatan secara psikologis dan ia menganalisis ingatan serta menunjukka bahwa
cirri-ciri alami dari ingatan, yang di nytakan dengan kata “itu” tak dapt di
jelaskan hanya dengan istilah bekas penglaman masa lalu saja.
Katagori-kaatagori dalam Siva Monistikberjumlah 36 buah, dan 5
buah yang pertama di sebut tattva
pengalaman universal, 5 buah berikutnya di sebut tattva pengalaman pribadi terbatas, 2 buah sebagai tattva terbatas, 3 buah tattva mental, 15 buah berikutnya di
sebut sebagai tattva pengalaman yang
dapat di rasakan dan 5 buah terakhir sebaagai tattva matrial.
A. Tattva
Pengalaman Universal
a) Siva
tattva yang merupakan kreatif awal ( prathama sapanda) dari Paranma Siva
b) Sakti
tattva yang meerupak energi dari Siva.
Dalam Cit atau Paraamvit,
Siva (aku) dan alam semesta ini merupakan kesatuan yang tak terpisah.
c) Sadasiva
tattva atau Sadakhya tattva.
Kehendak untuk menekan sisi in dari pengalaman universal, disebut sebagai Sada Siva Tattva. Di mana Iccha atau kehendak lebih menguasai.
d) Isvara
tattva atau Isvarya tattva yang
merupakn tahapan lanjutan diman sisi idam (ini) dari pengetahuan total sediakit
lebih jelas dan pada tahapan aspek Jnana
atau pengetahuan yang lebih menonjoldan teerjadi suatu pemikiran yang jelas
tentang apayang harus diciptakan.
e) Sadvidya
tattva atau Suddhavidya tattva, dimana pada tahapan ini sisi “Aku” dan “Ini”
dari pengalaman Siva menjaadi
keseimbangan (Samadhrtatulaputanyayena)
dan pada tahap ini Krya Sakti lebih menonjol. Pengalaman kegitan pada
tahapan di sesbut “keaneka ragaman dalam kesatuan” (bhedabheda vimarsanatmaka).
Kelima tattva pada tahapan ini merupakan pengalaman dalam bentuk pikiran,
sehinggga disebut tahapan murni atau “Suddhadhvan”,
yaitu satu manifestasi di mana svarupa atau
sifat Ilahi yang sebenarnya terselubung.
B. Tattva Dari
Pengalaman Pribadi Terbatas
a) Pada tahapan ini, Maya mulai berperan dan
selanjutnya terjadi Asddhdhva atau
susunan yang tidak murni, diman yang lebih tinggi yang disebabkan oleh Maya dan Kancuka.
b) Kala yang
mengurangi daya penciptaan alam semesta (sarvakartrtva)
dari kesadara semestadan menyebabkan terjadi pembatsan yang berkaitan dengan
daya penciptaan.
c) Vidya, yang mengurangi sifat kemahatauan (sarvajnatva) dari kesadaran semesta dan
penyebabterjadinya pembatsan pengetahuan.
d) Raga ,
yang mengurangi segala kepuasan (purnatva)
dari kesadaran semesta dan pennyebab terjadinya keinginan terhadap yang ini
maupaun yang itu.
e) Kala, yang mengurangi sifat keabadian (nityatva) dari kesadaran semesta dan menyebabkan terjadainya
pembatsan yang berkaitan dengan masalah waktu.
f) Niyatir, yang
mengurangi kemerdekaan dan sifat penyusupan (svatantrata dan vyapakatva)
dari kesadaran semesta dan menyebabkan pembatasan yang berkaitan dengan masalah
penyebab dan ruang.
C. Tattva
Dari Pribadi Yang Terbatas
a) Purusa-Siva melalui Maya
Sakti yang membatsai pengetahuandan daya kekuatan semesta-nya menjadi purusa atau subyek pribadi. Dalm kontek
ini Purusa berarti setiap mahluk
hidup juga dikenal dengan kata “Anu” di pergunakan dalan pengertia keteerbatsan
Ilahi (Siva).
b) Purusa merupakan manifestasi subyektif dari Siva, maka Prakerti
maupaun manifestasi objektif-Nya. Prakerti memiliki tiga Guna (triguna ) yaitu: Sattvam,
Rajas, dan Tamas. Di mana ketiga ini berada dalam keseimbangan
yang sempurna.
D. Tattva
Dari Kegiatan Mental
a) Buddhi merupakan penentu kecerdaasan (vyasayatmika), dimana obyek-obyek yang
diapantulkan dalam Buddhi , ada dua
macam: yang bersifat Eksternal dan yang bersifat Internal.
b) Ahamkara,
yang merupakan produk dari Buddhi, yang memmbuat prinsip kekuatan
dan kemilikan.
c) Manas,
yang merupakan produk dari Ahamkara, yang dalam kerjasamanya dengan indra-indra
membangun pengamaatan yang dengan sesndirinya membangun gambaran serta
konsep-kinsep.
E. Tattva dari pengalaman yang dapat
dirasakan, yaitu katagori 17 sampai katagori
31.
a) 17-21 lima daya indra pengamatan yang
merupakan produkdari Ahamkara, yaitu Jnanendriya atau Buddhindriya merupakan tatttva
dari pengalaman yang di dapat diindra, yaitu:
b) 22-26,
lima daya kegiatan yang juga merupakan produk dari Ahamkara, yaitu ; karmendriya
c) 27-31 llima unsur utama dari pengamatan (panca tanmantra), yang juga merupakan
produk dari Ahamkara, yaitu: Tattva
dari materi-materi (panca bhuta). Yang
merupakan katagori 32-36. Lima unsure kasar panca
mahabbhuta, merupakan produk dari panca tan-mantra, yaitu:
Pembebasan menurut system Saivadvaita (monistik) Kaasmir, artinya pengenalan kembali (pratyabhijna) hakekat sebenarnya dari
seseorang, atau dengan kata lain pencapaian akrtrima-aham-vimarsa,
yaitu pencapaian kesadaran Aku (Siva)
yang murni. Kesadaran Aku yang murni
bukanlah hakekat dari Vikalpa (absennya
pikira), karena vikalpa mennuntut
yang kuduayang semua vikalpa saling
berhubungan. Yang normal, kesadaran Aku psikhologis aadalah saling
berhubungan, yaitu: kesadaran dari
berlawanan dengan yang bukan diri dan kesadaran Aku yang murni bukanlah saling
berhubungan semacam ini. Ia merupakan kesadaran langsung dan apabila seseorang
memiliki kesadaran ini, mengetahui hakekatnya sejati.
Moksa
(pembebasan) tiada lain adalah kesadaran seseorang akan hakekatnya yang
sejati dan dengan kesadaran Aku yang sebenarnya ini, seseorang mencapai Cidananda, yaitu kebahagian dari Cit atau kesadaranUniversal Citta atau pikiran pribadi, sekarang diubah kedalam Cit,
sehingga pencapaian kesadaran Aku yang murni juga merupakan pencapaian
kesaadaran Siva, di mana seluruh alam
semesta tampak sebagai Siva
Menurut
system ini, bentuk tertinggi dari Ananda
atau kebahagiaan adalah Jagadananda, yaitu
kebahagiaan alam semesta, di mana seluruh alam semesta tampak sebagai roh bebas
sebagai Cit atau Siva. Pembebasan ini hanya
dapat di capai dengan saktipala atau anugrah, Yaitu anugrah Tuhan. Mereka
yang dikarenakan Samskara dari
kelahiran masa lalu, merupakan roh yang sangat maju menerima tivra atau saktipata mendalam dan mereka di bebaska tanpa banyak melakuakan sadhana atau disiplin spiritual.
(Maswinara,
2006:325-339).
BAB III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Dari matreri di
atas dapat kami simpulkan bahwa terdapat 8 mazab-mazab siwa diantaranya.
Pasupata dualis , siva siddhanta dualis, laku lisa pasupata, siva moistik
bersyarat, vira saiva, siva nandikesvara. Rasesvara saivaisme, saiva kasmir.
Dimana di dalam masing-masing mazab itu membahas tentang konsep ketuhanan (
pati) yang berasal dari siva, tentang teori metafisika yang berbeda dengan
sistem yang lainnya. Dan terdapat lima ketidak murnian nithyajnana, adharma,
saktinetu, cyuti, pasu. Dan terdapat 5 cara membebaskan diri dari ketidak
murnian.
Basa, carya,
japa-dhyana, sadaraudrasmrti , prasada dan menyangkut tentang konsep
Roh. Roh akan dapat membebaskan diri dari belenggu maya dengan disiplin
spiritual dan mengakui cara penyatuan kepada Tuhan dengan Astangga Yoga. Dan tentang konsep Moksa dimana Atman bisa
mencapai Siva.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar