Minggu, 26 Januari 2014

MAZAB-MAZAB SIVASIDDHANTA

BAB I
PENDAHULUAN
         
1.1.1   Latar Belakang
          Dewa Siva adalah dewa ketiga dari tri murti, yang berfungsi sebagai pelebur atau pralina. Kata Siva yang berarti memberi keberuntungan, yang baik hati, ramah, suka memaafkan, menyenangkan, memberi banyak harapan, dan yang lainnya. Dewa Siva digambarkan dengan menggunakan banyak atribut, diataranya: bulan sabit, bermata tiga, menggunakan kalung bung dari tengkorak manusia, menggunakan kalung dari ular, membawa genitri, membawa senjata tri sula, damaru, kendi, warna kulitnya yang biru. Serta memakai kulit gajah sebagai pakian dan menggunakan kulit harimau sebagai alas duduk. Dalam purana banyak kisah yang mengutamakan dewa Siva, diantaranya, Padma Purana, Lingga Purana dan yang lainya.
          Banyak orang yang memuja dewa siva dengan berbagai ajaran. diantaranya ajaran Siva Siddhanta yang paling banyak pengikutnya. Ajaran Siva siddhanta ini dikembangkan oleh Rsi Agastya. Agama Siva berasal dari kaki gunung Himalaya, perkembangan Siva Siddhanta berawal dari datangnya bangsa Arya dari Endo jerman pada 5000 SM di hulu sungai Sindu. Siva Siddhanta berkembang dari agama Siva sudah ada sejak zaman pra sejarah. Dengan didukung perkembangannya oleh bangsa arya sehingga tetap berkembang menjadi ajaran sivaisme.
          Ajaran  Siva Siddhanta, sampai di Indonesia pada abad ke-4 M, di kerajaan Kutai Kalimantan Timur. Dan sampai berkembang di Bali. Pemujaan siva diBali dilakukan dengan yajna atas dasar catur marga. Sumber ajaran siva di Bali terdapat empat kelompok yaitu: weda, tattwa, etika, dan upacara. Dalam Peper yang kami buat ini kami akan mambahas tentang mazab-mazab dari Siva Siddhanta. Karena ada beberapa mazab-mazab atau cabang-cabang dari ajaran Siva Siddhanta  yang perlu diketahui diantaranya: 
1.             Pasupata Dualisme
2.             Siva Siddhanta Dualisme
3.             Lakulisme Pasupata
4.             Siva Visistadvaita
5.             Siva Vasesa Duaita (Vira Saiva)
6.             Siva Nandikervara
7.             Siva Rasesvara
8.             Siva Kashmir

1.2     Rumusan Masalah
1.2.1. Dapat menyebutkan mazab-mazab siva!
1.2. 2. Dapat menguraikan mazab-mazab siva !

1.3     Tujuan Penulisan
1.1.1.  Ingin mengetahui tentang mazab-mazab siva.
1.1.2.  Ingin mengetahui uraian dari mazab-mazab siva.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1     MAZAB-MAZAB SIVA SIDDHANTA
          Adapun Mazab-mazab Siva Siddhanta sebagai berikut :
2.1.1. Pasupata Dualisme
2.1.2. Siva Siddhanta Dualisme
2.1.3. Lakulisme Pasupata
2.1.4. Siva Visistadvaita
2.1.5. Siva Vasesa Duaita (Vira Saiva)
2.1.6. Siva Nandikervara
2.1.7. Siva Rasesvara
2.1.8. Siva Kashmir

2.2  URAIAN DARI MASING-MASING MAZAB SIVA SIDDHANTA
2.2.1  PASUPATA DUALIS
          Pasupata Dualis merupakan menafsiran filosofis dari konsep Veda tentang Rudra sebagai Pasupati. Dalam kenyataannya 2 dari 5 kategori awal diakui oleh sistem ini, yang dinyatakan oleh dua buah kata yang menyusun nama “Pasupati”, dan 2 kategori pertama disebut “Pati” dan “Pasu” atau Karana dan Karya. Roh-roh pribadi digambarkan berada dibawah pengendalian dan bergantung pada Tuhan (Pati), persis seperti binatang yang berada dibawah pengendalian majikannya.
          Keliatannya teori metafisika dari Pasupata ada paling awal yang didasarkan pada konsep penyebab tanpa sebab, diterima baik oleh Nyaya maupun Vaisesika, karena menurut Haribhadra Suri, rsi Kanda adalah seorang Pasupata dan rsi Aksapada adalah seorang Saiva; dimana yang pertama lebih awal daripada yang berikutnya yang mengikuti pandangan metafisika dari yang pertama. Hal ini tercantum dalam Vedanta, karena Badarayana dalam Vedanta Sytrayana mencelanya, yang mengakui penyebab material berbeda dan bebas dari penyebab efisien dan menyatakan hubungan antara penyebab efisien dan penyebab material sama dengan keberadaan antara  seorang pengrajin gerabah dan tanah liat. Ia juga tampaknya lebih dahulu adanya dibandingkan dengan Buddhisme dan  Jainisme, karena iya merupakan pengendalian diri Vaisesika dan teori Buddha tentang Nirvana ditelururi pada Asatkaryavada dari Vaisesika dan Astikayas dari Jaina, demikian pula teori atomnya ditelusuri pada Vaisesika yang termuat dalam banyak karya Jnana dan dalam Lalitavistara.
          Karena keterbatasan literatur tentang Pasupata Dualis, maka kita tidak dapat mengetahui secara rinci tentang teroris metafisikanya; tetapi apabila kita mengambil secara bersama-sama apa yang kita dapati tentang hal itu dalam ulasan Vedanta sutra oleh Sankara dan ulasan-ulasan sejenis dari Vacaspati Miscra dan Anandagiri, kita akan mendapatkan sedikit gambaran yang agak jelas tentang dasar dari Pasupata Dualis, yang dapat dinyatakan sebagai berikut :
2.2.1.1                Ia mengakui Tuhan (Pati) hanya sebagai penyebab efisien saja dan juga menyatakan keberadaan yang bebas dari penyebab material, seperti yang telah dinyatakan diatas.
2.2.1.2        Ia mengakui 5 kategori awal, yaitu: 1) Penyebab (Karana) 2) Akibat (Karya) 3) Penyatuan (Yoga) 3).Ritual (Vidhi) 4) Pembebasan sebagai akhir dari segala kedudukan (Duhkhanta)
2.2.1.3        Tampaknya juga ia menempatkan kategori Karya dari Mahan menuju bumi, yang oleh Samkhya diakui sebagai kategori yang tergantung dan kategori ini juga diakui oleh Lakulisa Pasupata, tetapi sebagai bagian dari “Kala” , salah satu dari 3 kategori yang tergantung, yaitu : Vidya, Kala, dan Pasu.
2.2.1.4        Tampaknya ia mengakui Pradhana sebagai penyebab material, yang terpisah dari Tuhan (Pati) sebagai penyebab efisien.
2.2.1.5        Ia menerima roh-roh pribadi menjadi abadi secara timabl balik dengan kedua penyebab, baik penyebab efisien, maupun penyebab material, pandanagn mana telah dipegang teguh oleh Vaisesika.
2.2.1.6        Tampaknya ia mengakui bahwa Tuhan, dalam penciptaan dunia empiris yang beraneka warna ini, dipengaruhi oleh Karma.
2.2.1.7        Ia mengakui pembebasan (moksa) tiada lebih dari akhir segala kesedihan dan kedua poin ini juga telah dipandang teguh oleh Vaisesika.
(Maswinara, 2006: 223-226)

2.2.2    SAIVA SIDDHANTA DUALIS
          Saiva Siddhanta Dualis yang diuraikan disini merupakan satu aspek dari aliran Siddhanta Sivaisme,yang mengakui authoritas 28 Saivagama, apabila kita bandingkan dasar-dasarnya dengan sistem filsafat India lainnya, kita mendapatkan bahwa ia memiliki dasar yang berbeda dengan Vaisesika, Nyaya, Samkhya dan Vedanta.
2.2.2.1   Teori metafisika dari Saiva Siddhanta Dualis berbeda dengan teori dari Vaisesika dan ia menerima teori evolusi yang sama seperti dalam sistem filsafat Samkhya. Ia memandang bahwa Maya berkembang meninggalkan keadaan yang pertama untuk memasuki keadaan yang berikutnya, seperti susu yang memasuki keadaan dadih susu. Ini merupakan Satkaryavada, yang berpendapat bahwa dadih susu menjadi berwujud (abhivyajyate). Karena itu ia menyatakan bahwa Maya berkembang menjadi Kala. Seperti susu menjadi dadih susu. Tetapi Maya tidak mengeluarkan dirinya sendiri dalam evolusinya seperti yang dilakukan susu pada dadih susu. Evolusinya adalah sebagaian, seperti perubahan dalam Ghee (mertega), karena dari jatuhnya seekor serangga ke dalamnya, hanya merupakan suatu jumlah yang kecil dari padanya (ghrtakitanyaya); jadi ini merupakan Satkaryavada, sebagai lawan dari Asatkaryavada nya Vaisesika.
2.2.2.2   Karma menurut Saiva Siddhanta Dualis merupakan sifat dari buddhi dan bukan sifat dari Atman seperti pendapat dari Vaisesika; karena mengakui Karma sebagai sifat dari Atma merupakan pengankuan bahwa Atma tidak abadi, karena adanya perubahan, yang disebabkan oleh perubahan Karma.
2.2.2.3   Demikian pula halnya dengan Kala, yang menurut Saiva Siddhanta Dualis tidak abadi, karena ia tidak berjiwa banyak, seperti waktu yang lalu, sekarang dan akan datang; namun Vaisesika mengakui bahwa “waktu” itu adalah kekal.
2.2.2.4   Ia berbeda dengan Vaisesika dalam anggapan tentang akasa yang menjadi ruang dimana semua materi ada dan dalam uraian tentang Sabda (suara) yang bukan hanya sifat dari Akasa saja seperti pendapat dari Vaisesika, tetapi juga sifat dari tanah, udara, air, dan api, karena suara-suara tertentu benar-benar dikemukakan pada materi-materi tersebut. Sambil lalu dapat diketengahkan di sini bahwa disebabkan konsep tentang Akasa yang dikatakan didepan, maka Saiva Siddhanta Dualis berbeda dengan sistem Carvaka yang menolak keberadaan Akasa dari Mimamsaka, yang berpendapat bahwa hal itu tak dapat diamati dan dengan Naiyayika, yang menyatakan bahwa Akasa itu kekal sepanjang ia memiliki keberadaan kekal dan tidak menjadi tanmatra.
2.2.2.5   Ia tidak mengkui adanya atom-atom abadi, seperti yang dilakukan oleh Vaisesika dan Nyaya; karena menurut Saiva Siddhanta Dualis, semua yang memiliki kejamakan dan tidak memiliki jiwa merupakan  hal yang tidak kekal.
2.2.2.6   Ia berpendapat bahwa roh pribadi itu sesungguhnya dapat merasakan (cit) atau mengetahui sendiri (jnanasvarupa) karena itu jnana bukanlah sifat dari sang diri seperti yang dinyatakan oleh Vaisesika. Perbedaan antara Saiva Siddhanta Dualis dengan sistem filsafat Samkhya  adalah sebagai berikut :
1.           Saiva Siddhanta Dualis tidak mengetahui bahwa Purusa atau diri pribadi merupakan keberadaan murni asli (puskarapalasavannirlepah) seperti yang dipakai oleh filsafat Samkhya. Ia menyatakan bahwa diri pribadi memiliki ketidak murnian yang tanpa awal, karena dengan cara lain pengalaman empiris yang disebabkan kecendrungan untuk menikmati, tak dpat dijelaskan.
2.           Konsepsinya tentang Bhoga juga berbeda dengan Samkhya yang dapat dinyatakan sebagai berikut. Bhoga melibatkan 4 hal berikut, yaitu :
              1) Purusa,
              2) Buddhi
               3) Pantulan benda pada buddhi
               4) Ahamkara
(Gunawan, 2012: 99-101)
          Saiva Siddhanta Dualis berpendapat bahwa Bhoga merupakan kesadaran dari perubahan Buddhi, yang dilibatkan dalam keputusan tentang kesenangan atau kesedihan luar oleh sang diri yang memiliki perasaan, yang cuma merupakan kesadaran dari Buddhi yang dipengaruhi oleh sang diri tersebut. Ia tidak melibatkan pengaruh yang sebenarnya dari sang diri dengan perubahan dari Budhhi. Dalam Bhoga sang diri berada dalam perhubungan dengan Buddhi yang terpengaruhi, persis seperti bulan dengan bayangannya yang jatuh di air.
           Saiva Siddhanta Dualis juga dibedakan dengan Pasupati dualis, dimana Pasupati dualis menerima 5 kategori awal, yaitu : a) Karana, b) Karya, c)Yoga, d) Vidhi, e) Duhkanta. Tetapi Saiva Siddhanta Dualis hanya menerima 3 kategori saja, yaitu : a) Pati, b)Pasu, c)Pasa, Tampak bahwa Saiva Siddhanta Dualis dan yang lebih awal yaitu Saiva Dualis, keduanya dipengaruhi oleh Pasupata, yang tampaknya lebih awal adanya; karena Saiva Siddhanta Dualis tampaknya meminjam konsep Karana sebagai penyebab tanpa sebab, dari Pasupata dan menyebutnya sebagai “Pati” karena tidak ada perbedaan konsepsual antara Karana dan Pati; dimana yang membedakannya hanya dalam masalah kata saja dan juga karena didalam Pasupata Sutra oleh Lakulisa, kita menemukan kata “pati” yang dipergunakan untuk menyebut Karana.
          Saiva Siddhanta Dualis menerima teori metafisika dari Pasupata, yakni bahwa pnyebab material berbeda dengan penyebab efisien; tetapi ia mengdakan perbaikan pada konsepsi tentang pembebasan, karena sementara terjadi kebebasan. Saiva Siddhanta Dualis berpendapat bahwa hal itu merupakan pencapaian kesamaan, yang berkaitandengn daya-daya pengetahuan dan kegiatan dengan jiwa.
          Konsep Saiva Siddhanta Dualis tentang kategori, sangat dekat sekali hubungannya dengan konsepsinya dengan pemusnahan semesta (Maharta Samhara) dan ia berpendapat bahwa satu kategori (tattwa) adalah sesuatu yang ada meskipun terjadi pemusnahan semesta dan merupakan suatu kondisi, langsung maupun tidak langsung, dari segala pengalaman empiris maupun transedental.
          Jadi Saiva Siddhanta Dualis berpendapat bahwa hanya terdapat 3 kategori awal, yaitu : a) Maya atau Mahamaya, b) Purusa dan c) Siva. Yang juga dapat dikatakan sebagai Pati, Pasu dan Pasa, dimana dalam hal ini Pati sebagai pengganti Siva, Pasu sebagai pengganti Purusa, dan Pasa sebagai pengganti Maya atau Mahamaya, meskipun tidak begitu tepat karena Pasa sebagai sebuah katagori awal memiliki 5 kategori bebas, yaitu: a) Mala, b) Rodhasakti, c) Karma, d) Maya, dan e) Bidhu, yang juga disebut sebagai Mahamaya.
          Pati atau Siva sebagai kategori pertama yang bebas merupakan penguasa ternak, yang maksudnya adalah sebagai penguasa mahluk hidup atau penguasa segala sesuatunya sehingga dapat dikatakan sebagai Mahakuasa. Ia meresapi segalanya, abadi, tanpa awal dan tanpa akhir, bebas dari segala kekotoran, terbebas dari sebab dan akibat, yang tetap tak berubah meskipun ia menciptakan alam semesta ini. Dan daya-daya dari Siva (Pati) meliputi berbagai macam kekuatan antara lain :
1. Daya pengetahuan (Jnana Sakti), yang berhubungan dengan Bindu yang abadi.
2. Daya kegiatan ( Kriya Sakti)
3. Daya kehendak ( Iccha Sakti)
4. Daya penciptaan (Srsti Sakti)
5. Daya memelihara ( Sthiti Sakti)
6. Daya penghancuran (Samhara Sakti)
7. Daya pengaburan atau menyelubungi (Tirobhava Sakti)
8. Daya pemberi anugrah ( Anugraha Sakti)
          Pasa sebagai salah satu kategori awal dari sistem filsafat ini adalah belenggu yang mengikat roh-roh dan bertanggung jawab atas perbedaan Pasu dan Pati. Pasa seperti yang telah diuraikan memilki 5 kategori, yaitu: Mala, Maya, Pas, Nirodhasakti, Bindu.  
             Mala, Belenggu yang pertama tidak memiliki awal.Ia menyembunyikan daya-daya pengetahuan dan kegiatan dari sang diri dengan memakai daya pemisahan sehingga lepasnya Mala dari seorang pribadi bukan berarti pembebasan sepenuhnya karena ia membungkus pribadi.
          Maya, merupakan hakekatmahluk hidup, yang meruapakan penyebab matrial dari suatu yang kasar atau yang halus dan sebuah belenggu. Dan Maya lah yang beranggung jawab terdap kekeliruan.
           Karma, yang sering disebut sebagai nasib pribadi, adalah timbunan dari akibat perbuatan masa lalu dari setiap pribadi, yang siklusnya tanpa awal, yang menentukan jenis badan dan indra yang akan diperoleh pada waktu kelahirannya kembali, dan juga yang menentukan pengalaman dan obyek-obyeknya.
          Bindu, bukan hanya diterima sebagai suatu ketidakmurnian tetapi juga sebagai penyebab material dari penciptaan murni. Konsepsi Bindu sebagai ketidak murnian, dekat sekali kaitannya dengan pandangan bahwa “Pembebasan” (Mukti). ada dua macam, yaitu Para dan Apara. Saiva Siddhanta Dualis mengakui bahwa terdapat dunia-dunia yang mengatasi. dunia tempat kita tinggal terbelenggu ini, yang merupakan ciptaan dari Maya. Ia mengakui bahwa ada 5 katagori yang mengatasi Maya dan ada 3 dunia yang berkaitan dengan 3 katagori, yaitu: Sadasiva, Isvara, Vidya. Dan bahwa roh¬roh yang telah, mendapatkan pembebasan dari Maya dan Karma dan disebut Vijnanakala, berdiam disana sesuai dengan tingkat kematangan spiritualnya.
             Saiva Siddhanta Dualis mengemukakan bahwa pengetahuan tertentu tak dapat dijelaskan dalam istilah Buddhi, karena penentuan juga dijumpai pada tingkatan. itu, yang mengatasi Maya. Selanjutnya fungsi dari Buddhi, adalah untuk menimbang atau memutuskan (adhyavasgya). Oleh karena itu Buddhi mempergunakan kata-kata dan mengandaikan, kehadirannya.                       
          Sang Roh pribadi (Pasu) dengan pengalaman yang panjang, belajar bahwa Samsara ini penuh dengan penderitaan dan bersifat sementara dan bahwa ia dapat mencapai kebahagiaan abadi dan kekekalan hanya dengan pencapaian Sivatva atau hakekat Siva atau realisasi Tuhan. la mengembangkan Vairagya (ketidakterikatan) dan Viveka (pembedaan antara yang nyata dan yang tidak nyata; yang tetap dengan yang berubah).
          Belenggu dapat dilepaskan hanya melalui, Disiplin dan karunia memuncak dalam Jnana, yang merupakan pelepasan tertinggi atau pencapaian kebahagiaan akhir. Karma dan cara-cara lainnya hanya merupakan tambahan atau pembantu. Pencapaian Sivatva atau hakekat jiwa bukan dimaksudkan penggabungan sepenuhnya antara roh dengan Siva; karena roh yang terbebas tidak kehilangan kepribadiannya. Sivatva merupakan realisasi dari identitas inti, kendatipun berbeda. Roh mencapai hakekat Siva atau Tuhan, tetapi dirinya bukanlah, Siva atau Tuhan.
          Konsep moksa yang diakui dalam Siva Siddhanta Dualis, ada.2 macam, seperti diuraikan didepan, yaitu Para Moksa dan Apara Moksa, atau pembebasan yang lebih tinggi dan pembebasan yang lebih rendah
(Maswinara, 2006: 236-242)

2.2.3  DVAITADVAITA DARI  LAKULISA PASUPATA
          Sistem filsafat Lakulisa Pasupata berbeda dengan Pasupata yang bersifat dualis, walaupun keduanya mengakui adanya 5 kategori utama, yaitu :  Karana, Karya, Yoga, Vidhi dan  Duhkhanta.
2.2.3.1 Pada sistem filsafat lain, masalah pembebasan tiada lain merupakan akhir dari segala kesengsaraan, tetapi menurut sistem filsafat Lakulisa Pasupata, pembebasan merupakan pencapaian keunggulan atau kesempurnaan Ilahi. Di sini perbedaan Lakulisa Pasupata dengan Pasupata dualis dinyatakan ; karena Lakulisa tampaknya mengawali Pasupata Sutranya dengan objek tentang pernyataan perbedaan dari sistem filsafatnya dengan Pasupata yang lebih awal, karena tujuan karya tersebut, seperti yang dinyatakan dalam Sutra pertamanya, adalah untuk menghadirkan disiplin spiritual yang berguna dalam penyatuan dengan tuhan, seperti yang dikemukakan oleh Tuhan sendiri (athatah pasupateh pasupatam yogavidhim vyakhyasyamah).

2.2.3.2 Sistem filsafat lain mengakui bahwa akibat (Karya) tak akan terjadi sebelum terjadi, tetapi menurut sistem filsafat Lakulisa Pasupata, akibatnya (Karya) yang terbagi menjadi 3 kategori, yaitu : Kala, Vidya dan Pasu, adalah abadi.
2.2.3.3  Menurut Lakulisa Pasupata, Tuhan adalah bebas, karena seperti yang akan kita saksikan secara metafisika sistem ini merupakan kebebasan yang rasionalistik. Ratna Prabha, Pasupata mengakui 2 penyebab, yaitu Isvara dan Pradhana. Dua titik perbedaan yang dinyatakan di sana tampaknya untuk menunjukannya terhadap sistem Yoga dan Mimamsa.

          Lakulisa dalam Pasupata Sutra-nya dan perbedaan antara teks-teks (naskah) dari mantra mini, seperti yang dijumpai dalam Taittiriya Aranyaka, dengan yang dipergunakan oleh Lakulisa.
a.              Menurut Lakulisa Pasupata, Moksa tak terkandung dalam penghentian dari semua kemalangan (duhkhanta)
b.             Akibat, menurut beberapa sistem lain, misalnya Vaisesika, adalah yang tidak ada sebelum hal itu terjadi (asatkaryavada); tetapi menurut sistem ini, akibat tersebut sifatnya abadi, sehingga Kala, Vidya dan Pasu semuanya abadi.
c.              Menurut beberapa sistem lain, penyebab efisien tergantung pada sesuatu diluar, berkenaan dengan masalah penciptaan dan akibat.
d.             Upacara-upacara, yang diuraikan oleh beberapa sistem lain membawa menuju surga, dsb.
e.              Lakulisa Pasupata menolak konsepsi Moksa seperti yang dikemukakan oleh Ramanuja dan Ananda Tirtha, yang secara teknis disebut “perbudakan” (dasatva), karena perbudakan bukanlah akhir dari segala kesengsaraan.

           Dan Perbedaan antara Saiva Dualis dengan Lakulisa Pasupata adalah sebagai berikut :
1)             Menurut Lakulisa Pasupata, Tuhan terlepas (bebas) dari Karma dalam kegiatan penciptaan-Nya, tetapi menurut Saiva Dualis, dia tergantung pada Karma.
2)             Menurut Lakulisa Pasupata, daya pengetahuan dan kegiatan lolos ke dalam pembebasan (sankranti), tetapi menurut Saiva Dualis daya-daya tersebut berwujud (abhivyakti).
3)             Saiva Dualis mengakui Siva sebagai si pencipta berdasarkan penyimpulan, sehingga argumentasinya merupakan kosmologi.
            Sistem filsafat Lakulisa Pasupata, dimana 2 kategori bersifat metafisika dan 3 kategori bersifat agamais sehingga dalam sistem ini tak kenal pencabangan antara filsafat dan agama. Kelima kategori tersebut adalah :
 a).       Karana (Pati), b). Karya (pasu), c). Yoga, d). Vidhi, dan e). Dukhanta; atau Tuhan
            Pati atau Brahman adalah Sat (keberadaan), yang berbeda dengan Asat (bukan keberadaan). Sifatnya yang abadi berbeda dengan pembebasan, karena Lakulisa Pasupata berpendapat bahwa keabadian ada dua jenis, yaitu: yang tidak memiliki awal dan akhir, serta yang memiliki awal tetapi tidak memiliki akhir. Dan jenis yang pertama merupakan milik dari penyebab atau Pati dan jenis yang kedua merupakan milik dari terbebaskan atau Moksa, karena ia memiliki awal tetapi tidak memiliki akhir. Pati merupakan penyebab tanpa sebab yang abadi, yang tanpa awal-Nya berbeda dengan Purusa, seperti yang dinyatakan oleh Samkhya dan Yoga. Purusa merupakan subjek kelahiran dan kematian, tetapi Pati bebas dari hal-hal semacam itu. Sadyojata ini harus dicapai secara mental untuk pengecualian dari segala sesuatu lainnya dan si perenung harus mempersembahkan seluruh keberadaannya kepadanya.
Kata Karya sebagai nama dari katagori yang kedua dalam filsafat ini, bukan berarti “yang diakibatkan atau hasil yang belum ada sebelum dihasilkan”; tetapi yang merupakan obyek dari kehendak Tuhan yang bebas, yaitu yang “tidak bebas” (asvatantra) sebagai lawan dari Tuhan (Pati) yang bebas, karena system ini menyatakan bahwa “Pati” (penguasa) tak berarti tanpa Pasu. Akhirnya system ini menyertakan 3 katagori yang tidak bebas, yaitu Vidya (subyek yang terbatas), Kala (materi) dan Pasu (Subyek pribadi).
Yoga yaitu penyatuan dengan Tuhan. Jadi menurut Patanjali, yoga hanya semata-semata untuk mencapi kaivlya. Namun menurut sistem ini Yoga adalah akhir atau tujuan untuk mencapai Siva.

Vidhi,  termasuk kehidupan pertapaan, ucapan bhakti dan pengendalian idria-indria. Lakulisa lebih banyak menekankan pada penaklukan indra-indra guna pemahan spiritualdan penyatuan dengan Tuhan atau Siva.
Duhkhanta, yang akhir dari segala kesengsaraan. Lakulisa menyatakan bahwa akhir ini tergantung pada anugrah-Nya dan tidak dapt diproleh melalui pengetahuan dan penolakan duniawi.
            Menurut Lakulisa Pasupata, sang Atman adalah yang mengetahui badan, termasuk indra-indra dalam dan luar, yang dikenal juga sebagai Ksetrajana dan merupakan kesadaran diri (Cetana). Apabila medapatkan tinggkat spiritual yang tinggi akan memproleh daya penggabungan dengan pengetahuan. Dan lima ketidak murnian dari masing-masing mala. a) Mithyajnana, b) Adharma, c) Saktihetu, d) Cyuti, e) Pati (Tuhan).    
1)             Lima cara untuk membebaskan diri dari 5 ketidak murnian, yaitu:
           a) Basa, b) Carya, c) Japa-dhyana, d) Sadaraudrasmrti, e) Prasada (Anugerah),
2)      Desa, yang merupakan pancaka yang kedua. Tempat (desa), dimana seseorang berusaha untuk mencapai pembebasan akhir, hendaknya hidup dalam 5 tahapan, pada 5 tempat, yaitu: 1. Kuil (pura); 2. Tempat, dimana para pemuja berkumpul; 3. Gua; 4. Tempat pembakaran mayat, dan 5. Rudra.           
            Lakuliasa Pasupata mengakui 8 cara penyatuan dengan Tuhan, yang dikenal sebagai 8 bagian dari Yoga (astanga yoga), yaitu: (1) Melakukan tugas wajib sehari-hari (yama), (2) Menghindari perbuatan yang dilarang (niyama), (3) Sikap badan (asana), (4) Pengendalian nafas (pranayama), (5) Penarikan fikiran dari obyek luar (pratyahara), (6) Konsentrasi pikiran (dharana), (7) Meditasi, (8) Samadhi.
            Pembebasan menurut Lakulisa Pasupata bukan hanya bebas dari belenggu saja tetapi juga penyatuan (yoga). Lakulisa pasupata mengakui pembatasan kesadaran diri atau kepribadian hanya suatu bentuk terbatas dari pikran (vrtyakarasya).
(Maswinara,2006:243)

2.2.4    VISITADVAITA SAIVA ATAU SAIVA MONISTIK BERSYARAT
          Gandharva, dalam Mahimna Stotra,  yang menjukkan Siva dalam 8 kata sebagai penggati atribut utamanya, Ia disebut “Bhava”, karena ia merupakan sumber alam semesta dan pemikiran ini dijumpai Taittiriya Aranya, yaitu “ bhavodbhavaya”.  Disebut “ Sarva” karena ia menghancurkan alam semesta pada saat peleburan ; Siva karena ia memiliki atribut yang baik “Pasupati”, karena ia mengendalikan roh-roh dalam belenggu. “ Paramesvara”,  karena ia menguasai segenapa alam semesta. “Mahadeva”, karena Ia bersandar pada kebahagiaan transendental-Nya sendiri. Rudra, karena Ia membebaskan yang terbelenggu dari ikatan keberadaannya yang berpindah-pindah. ”Sambhu”, karena Ia memberikan kesejahtraan dan kebahagiaan pada segenap ciptaannya. Atribut ini didefinisikan terakhir secara subyektif dan obyektif. Secara subyektif Ia adalah kebaikan dan penuh kebahagiaan dan secara obyektif Ia menyebabkan penciptaan, pemeliharan, dan penghancuran, pengaburan dan penganugrahan.
          Kesatuan Brahman atau Siva merupakan kesatuan yang sama dengan pengalaman Estetika, karena keselarasan penyatuan dari segal isinya, demikian pula Siva merupakan suatu kesatuan, karena semua yang ada didalam-Nya membentuk satu kesatuan yang sam dengan yang dibentuk oleh berbagai bahan dari “Panaka Rasa”, sehingga Ia bukan merupakan kesatuan yang murni, tetapi kesatuan dalam kejamakan, dan Ia tidak ada tanpa atribut, karena daya untuk menghasilkan kejamakan kasar merupakan sifat alamiah-Nya seperti panas pada apai. Ia adalah penyebab material maupun penyebab efesien, karena dari daya milik-Nya.
           Pada keadaan penghancuran semesta, di mana matahari dan bulan, waktu dan ruang sebagai terbatas, serta nama dan rupa lenyap sepenuhnya; sedangkan diri pribadi dan penyebab matrial (Pasu dan Pasa) tetap tidak berhenti adanya. Kegiatan penciptaan didorong oleh belas kasihan-Nya guna roh-roh yang terbelenggu. Buah dari timbulnya akibat perbuatan –perbuatan baik dan berdosa, sehingga mendapat pembebasan dari belenggu karma.
          Pasu adalah yang memilki tetidak murnian yang tanpa awal, yaitu; Pasupata, Karma, Mayiya.. Yakni ketika bebas dari suatu kondisi luar. Dalam kenyataanya, daya pengetahuan dan kegiatan tak terbatas, karena tidak murni yang tanpa awal, sehingga apabila ketidakmurnian dilepaskan, maka daya pengetahuan dan kegiatan yang ada bersamanya menjadi wujud dan mencapai kesamaan dengan Siva.
             Visistadvaita Saivaisme menyatakan bahwa walaupaun pada pembebasan  pribadi yang dibeda-bedakan secara pribadi, memilki keberadaan yang terpisah dengan Brahman atau Siva dan tidak memiliki kesadaran tentang kejamakan empirls dan ia melihat tiada lain dari Brahman.
 (Maswinara, 2006:271)

2.2.5  VISESADVAITA DARI SRIPATI  (VIRA SAIVA)
          Seperti diketahui bahwa ajaran Vira Saiva merupakan sistem yang memandang tentang identitas roh (jiva) dan Siva berjenjang sesuai dengan tingkat kemajuan spiritual penganutnya. Pada tahap awal, dimana seseorang masih dalam tahapan bhakta (penyembah), ia merasakan adanya perbedaan (bheda) antara si penyembah (bhakta) dengan yang disembah (siva) dan dengan semakin maju majunya tingkat perkembangan spiritual seseorang maka akan tercapailah adbeda (tiada perbedaan) antara si penyembah (roh) dengan yang disembah (siva).
          Jadi virasaiva disini merupakan suatu ajaran yang mampu menghentikan hasutan mental (pikiran), Sehingga menginginkan untuk dapat mencapai mukti (pembebasan). Virasaiva juga disebut lingayata, karena salah satu sradhanya adalah kepercayaan akan lingga. Ia juga disebut sebagai dvaitadvaita, kerena ia berpendapat bahwa ketulusan (bhakti) merupakan cara yang utama untuk penyatuan ( sayujya) dengan realitas terakhir,
          Ia disebut Sivadvaita, karena berpendapat bahwa realitas terakhir adalah Siva, keberadaan universal yang meresapi segalanya. Ia juga di sebut Sarvasrutisramata, karena ia menyatakan bahwa  pandangannya berasal dari semua naskah suci dan mempertahankan secara konsisten dan selaras. Ia disebut Dualis Monoistik, karna ia berpendapat bahwa Dvaita dan Advaita ,atau dualis dan Monoistik,  Ia menyatakan bahwa peribadi berbeda dengan siva pada tingkat empiris, tetapi menjadi satu dengan-Nya apabila ia bergabung ke dalam-Nyas pada saat pembebasan. Ia disebut Sakti Vistiadvaitra.   
          Tradisi keagamaan yang berlaku diantara kehidupan vira saiva, mengatakan bahwa Vira saiva didirikan oleh 5 orang acarya yaitu.    
1)             Ranukaryadhya atau Revanaradhya
2)             Darukaradhya atau Maeularadhya.
3)             Ekoramaradhya.
4)             Panditaradhya.
5)             Visvaradhya
          Astavarana, yang mencirikan penganut Vira Saiva tersebut adalah sebagai berikut: a) Guru Merupakan pembimbingan spiritual yang akan melakukan diksa kepada para pemula dan penghormatan kepadanya adalah tanpa batas. b) Lingga yang  berasal dari akar kata “li” dan “gam”. “Li” artinya mengembalikan, dan “Gam” artinya pergi atau keluar atau memproyeksikan. Jadi Linga,adalah Ia yang memproyeksikan alam semesta dan mempralaya (mengembalikan) alam semesta tersebut kedalam diri-Nya.  Bagi penganut vira saiva, linga adalah Siva itu sendiri, dan linga dipercaya sama dengan  seorang guru. c) Jangama Istilah ini hanya dikenal dalam Vira Saiva, yang menyatakan seorang yang bepergian dari satu tempat ke tempat lainnya dengan membawakan dharma vacana. d) Padodaka Secara tersurat artinya air dari kaki sang guru atau air suci pengamat vira saiva memiliki keyakinan penuh terhadap kesucian seorang guru. e) Prasada berupa makanan yang diserahkan kepadda seorang guru, kemudian oleh guru, makanan tersebut dikembalikan kepada para fakta sebagai prasada. f) Vibbhuti Yaitu merupakan abu suci yang dipersiapkan dengan konsentrasi tinggi oleh seorang acarya dengan mengucapkan mmantra-mantra tertentu. g) RrudraksaYang merupakan sejenis biji buah yang dipercayai berasal dari mata siva dan untaian rudriksa dikalungkan dileher, kepala, telinga dan dipakai selama melakukan japa. h) Mantra Yaitu rumusan suci yang terddiri atas lima suku kata yaitu na-ma-si-va-ya, yang disebut pancaksara maha mantra, merupakan maha mantra seperti halnya gayatri mantra didalam weda.
2.2.5.1 Konsepsi Tentang Tuhan
          Konsepsi tentang Tuhan dalam sistem vira saiva adalah berjenjang sesuai dengan pengembangan spiritual, Pada tahap awal kepercayaan terhadap Tuhan adalah satu tiada duanya, penganut vira saiva sangat teguh keyakinannya terhadap Tuhan yang maha kuasa. Sesuatu dalam persatuannya dalam obyek lain menghasilkan sifat-sifat yang berbeda denga dunia yang yang tak terbatas ini. Vira saiva tidak sependapat dengan ajaran politheisme dan menolak ketuhanan brahma, seperti halnya siva siddhanta yang menggolong-golongkan jiva. Vira saiva yaitu siva yang pemurah.
2.2.5.2   Skti atu Maya
            Dalam vira saiva, yang merupakan kesatuan yang abadi hanyalah siva , dan segala sesuatunya bersumber pada siva juga. Umumnya,kata maya dipergunakan dalam vacana sastra, dengan pengertian ”keterikatan duniawi”, yang menyebabkan keterikatan dengan obyek duniawi yang ada pada setiap roh.
2.2.5.3   Penampakan  Dan Realitas
          Menurut Vira Saina, semuanya ini berasal dari Siva. Dan jiva tiada lain dari param Siva di bawah pembantasan (kancuka).
2.2.5.4    Alam Semesta  Dan Jiva
1.        Evolusi Alam Semesta
          Pada awalnya secara logika dan bukan mengemai waktu terdapat ketiadaan,yang merupakan suatu ketiadaan sepenuhnya yang tak terbayangkan. Muncullah niskala brahma, yaitu brahma tanpa bagian bagian, yang memiliki jnana-cittu, yakni pemikiran dalam wujud pengetahuan sebagai badannya. Brahma ini, melalui kerja sama Jnana-Cittu menghasilkan Cinnada, Cidbindu dan Citkala, yaitu Cit sebagai suara, Cit seba gai potensialitas dan Cit sebagai seni membangun. Dan maha lingga merubah dirinya kedalam wujud yang setelah mewujudkan lima lingga, bersatu pada 5 sadakhya,atau kemegahan dari 5 lingga yaitu.:
1)      Karma- Sadakhya, atau kemegahan dari Acara-Lingga
2)      Karma- Sadakhya, atau kemegahan dari Guru-Lingga
3)      Murti- Sadakhya kemegahan dari Sivalingga
4)      Amurti- Sadakhya atau kemegahan dari Jangama-Lingga
5)      Siva- Sadakhya atau kemegahan dari Prasada-Linga
          Dari kesamaan pandangan  kita dapat menyimpulkan bahwa vira saiva telah melanjutkan  kepercayaan kunu tentang kebradaan dari asat. Memahami kepustakan sanskrta  kuno adalah wajar untuk menelusuri pemikiran vira saiva tentang evolusi yang bersumber dalam  Tirriyopanisad II, I tanpa menghiraukan anggapan tradisional.
2. Jiva
Jiva adalah hakekatnya dari sinar. Percikan dipancarkan, dalam bagaian dari obyek yang kosong sama sekali. Dan Vira Saiva penyebab keterikatan antara Samsara.  Vira Saiva menyatakan bahwa jiva dituntut untuk menuju pembebasan sepenuhnyadari Avidya dan ketika sang roh melupakan sepenuhnya hakekeat diri dari Avidya, sehingga diperlukan beberapa tahapan yanbg berjenjang. Dan  Mayideva menyebutkan bahwa jiwa-jiwa itu dikenal  sebagai Visva, Taijasa, dan Pranjna.  Sang roh dalam kondisis terjaga dikenal sebagai Visva, pada kondisi mimpi sebagai Taijasa, dan pada kondisis tertidur lelap sebagai Prajna. Jiwa sebagai Prajna menempati badan penyebab (karana- tanu), sebagai   Taijaasa dalam badan halus (suksma-tanu) dan sebagai Visva , dalam badan kasar atau badan fisik (sthula-tanu).
2.2.5.5  Jenjang Spiritual (Satsthala).
          Sthala, adalah tempat dimana seluruh alam semesta, dengan obyek bergerak maupun tak begerak berasal, ditunjukkan dan di pelihara, serta kemana nanatinya ia akan kembali. Dan Sthala merupakan suatu persiapan untuk menuju jenjang berikutnya yang lebih tinggi. Kehidupan spiritual dari para penganut Vira Saiva  daiatur dalam 6 jenjang. Jipa,  karena diselubungi oleh Avidya hanya mengamati obyek material atau Bhoga  yang dianggapnya mendatangkan segala kebahagiaan.
(Maswinara, 2006:279)

2.2.6  SIVA NANDIKESVARA
          Nandikesvara Saiva memiliki kecenderungan mistis, yang dapat dikatakan lebih mendominir, karena situasi yang memungkinkan untuk menjelaskan system ini, adalah mistis, para bijak melaksanakan tapah guna mendapatkan penerangan mistis, seperti anugrah yang diberikan Siva kepada mereka yang tampak secara mistis dan mengajar mereka bahwa realitas melampaui semua kategori: yaitu sang diri, atau sang “aku” atau “aham”, yang melampaui semuanya, yang semuanya penuh anugrah dan yang merupakan saksi transendental dari segala sesuatunya.
          Ada tiga mistikisme dasar yaitu: (1) realitas yang demikian itu merupakan perwujudan akhir, yaitu pengalaman akhir dan abadi bahwa suatu tujuan mistis pada pencapaian melalui kehidupan dan pelaksanaan mistis, (2) realitas seperti yang tampak pada seorang mistis, dalam suatu pandangan mistis, (3) keyakinan, dengan mana dan dalam mana seorang mistis hidup. Sifat melampaui segalanya dari realitas mistis, penampakan realitas ini dalam suatu bentuk mistis, dalam pandangan mistis, dan keyakinan pada anugrahnya merupakan praduga mendasar dari mistisme.
             Nandikeswara dalam penafsirannya tentang sutra pertama dari Maheswara sutra, membicarakan tentang realitas metafisika yang diidentifikasikan dengan huruf pertama “A” sebagai Brahman yang bebas dari segala guna, yang ada pada sesuatu dan merupakan sumber atau asal mula dari semua huruf dan juga asal mula dari segenap alam semesta, termasuk banyak dunia yang berbeda. Brahman  ini menjadikan atau mewujudkan dirinya sendiri sebagai alam semesta melalui dayanya yang disebut “citkala” atau “citsakti” sehingga disebut “iswara” huruf “I” dan “U” dalam Sutra tersebut maksudnya “Daya” (citkala) dan “Tuhan”.
          Kata “citkala” ditafsirkan sebagai “maya”, sehingga menjadi jelas disini bahwa “maya” dalam konteks ini tidak memiliki arti seperti yang dimaksudkan dalam filsafat “Vedanta”, yaitu prinsip ketidak tahuan dan khayalan, yang tak dapat dinyatakan sebagai “keberadaan” ataupun “bukan keberadaan”, karena dalam system “Nandikeswara”, tak ada kategori seperti maya, yang berbeda dengan sakti, seperti system saiva lainnya.
          Nandikeswara mengakui adanya 36 kategori dan berpendapat bahwa parasiva melampaui kategori-kategori yang dapat dinyatakan sebagai berikut: 1 siva, 2 sakti, 3 isvara, 4-28; 25 kategori dari samkya, 29-33; 5 udara vital, 34-36; tri guna.
(Maswinara, 2006: 309-314)

2.2.7  SIVA RASESVARA
          System Rasesvara lebih bersifat ilmu pengetahuan, ketimbang suatu aliran filsafat. Ia tidak mengetengahkan suatu teori metafisika, etika dan epistemika baru, tetapi tetap termasuk dalam system filsafat. Tradisi tentang ilmu pengetahuan air raksa tampaknya terus berjalan berabad-abad. Penyidikan mengenai air raksa tampaknya telah dilakukan sekitar 600 tahun dan hasil dari penyelidikan ini terkadung dalam sejumlah besar buku. Beberapa buah karya-karya ini mengakui susunannya dalam saivagama atau tantra dan sesudahnya karya-karya itu kebanyakan didasarkan padanya. Dalam beberapa tantra, hanya terdapat referensi pemrosesan dan pemurnian air raksa. Misalnya: dalam Rudra Yamala Tantra, yang terutama dikaitkan dengan pelaksanaan Yoga, seperti hubungan pada Cakra-cakra yang berbeda, tiada lain tentang ilmu pengetahuan.
          Sistem filsafat Rasesvara menghadirkan tahapan puncak dari system pengobatan India yang disebut Ayurveda dan diantara 8 cabang Ayurveda yang dikenal baik, pengobatan, pembedahan dan kebidanan, Rasayana adalah yang terkenal. System Rasesvara menghadirkan suatu dorongan pada konsepsi Rasayana yang lebih awal. Menurut Cakra, Rasayana berhasil dalam memperpanjang umur, memperkuat ingatan, membuat awet muda dan sebagainya. Tetapi system Rasesvara berpendapat bahwa air raksa (rasendra) yang diproses dan dimurnikan, sesuai dengan cara dan tujuannya, dinyatakan dalam naskah-nahkah yang berwenang dalam system ini, mampu memberikan keabadian (amaratva) terhadap si pemakainya.
          Rasesvara mempertahankan pendapat bahwa masalah kimia merupakan suatu ilmu pengetahuan yang berguna. Ia menyatakan bahwa air raksa yang diproses dan dimurnikan dengan cara seperti yang diberikan dalam kepustakaan system ini, apabila dicampur dengan logam lain, seperti besi, tembaga, perak dan timah dalam proporsi 1/1000 dari total berat logam lainnya itu, akan merubahnya menjadi emas. Ia memberikan informasi tentang segala sesuatu yang diperlukan guna pemorsesan dan pemurnian air raksa. Ia menyatakan tentang obat-obatan, logam dan rekayasa mekanik, yang diperlukan untuk tujuan diatas. Ia memberikan penjelasan tentang warna, rasa dan bau serta rincian lainnya untuk mengidentifikasikan rerumputan untuk obat-obatan serta menyatakan ciri-ciri tempat, dimana ia dapat ditemukan. Menurut system filfasat Rasesvara tak ada pertentangan antara ilmu pengetahuan dengan agama, dan keduanya berjalan bergandengan.
          Sistem filsafat yang didasarkan pada ilmu pengetahuan tentang air raksa, berbeda dengan yang didasarkan pada ilmu pengetahuan pengobatan, seperti yang dinyatakan oleh Cakra. Sumber dari Ayurveda sebagai sebuah ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk memelihara kesehatan dan menyembuhkan penyakit kesengsaraan, ditelusuri dalam Atharva Veda.
(Maswinara, 2006: 315-320)

2.2.8  SIVA KASHMIR (MONISTIK)
          Filsafat Siva Kashmir (Monistik) adalah sebagai ajaran rahasia, diajarkan kepada para sadhaka yang telah giat mengujinya dalam laboratorium sang diri. Dalam perjalanan waktu yang cukup panjang, hanya pemujaan dan ritual saja yang masih berlaku, tetapi aspek filosofinya telah ditinggalkan. Barangkali beberapa orang yang terpilih masih mengetahui ajaran filsafat melalui tradisi lisan, dan salah satu orang bijak orang tersebut adalah Vasugupta, yang telah menemukan dan menulisnya. Ia hidup pada akhir abad ke-8 Masehi dan sejak itu penulisan filsafat telah giat dilakukan serta berkelanjutan selama 4 abad. Kepustakaan Saiva juga disebut sebagai system trika (Siva-Sakti-Nara) dapat dikelompokkan secara luas menjadi:
2.2.8.1 Agama Sastra
          Agama sastra diyakini sebagai sebuah wahyu dari Siva yang memiliki arti pengalaman sepiritual para bijak yang harus dilaksanakan secara disiplin dan diturunkan dari guru kepada murid. Karya-karya tulis dari para bijak yang mendasari ajaran ini antara lain adalah Maliniwijaya, Svacchanda, Vijnanabhairava, Mrgendra, Rudrayamala, dan Siva Sutra yang semuanya berjumlah 64 Saivagama. Mengenai Siva Sutra ada 3 kategori yang berkaitan tentang pewahyuan kepada Vasugupta yaitu:
1.       Kallata dalam Spanda Vrtti mengatakan bahwa Siva mengajarkan Siva Sutra ini dalam sebuah mimpi kepada Vasugupta.
2.       Bhaskara mengatakan dalam varttikanya tentang Siva Sutra bahwa ajaran tersebut diwahyukan kepada Vasugupta dalam sebuah mimpi oleh seorang siddha, yaitu makhluk sempurna setengah ilahi.
3.       Ksemaraja, menyatakan bahwa Siva menampakan diri di hadapan Vasugupta dalam sebuah mimpi dan berkata ”di pegunungan Madeva, ajaran rahasia diuraikan (dituliskan) pada sepongkah batu. Kumpulan ajaran tersebut dan di ajarkan kepada mereka yang patutu mendapatkan anugrah”. Ketika terbagun  Vasugupta pergi ketempat yang ditunjukakan dan hanya dengan menyentuh batu tertentu ia menemukan Siva Sutra tertulis dan di san batu itu disebut Samkaropal.
2.2.8.2 Spanda Sastra.
          Merupakan secara rinci prinsip-prinsip dari Siva Sutra, terutama dari titik pandang Sakti.  Karya pokok dari Sastra ini adalah Spanda sastra  atau yang umum dikenal sebagai Spanda Karika, dengan ulasan-ulasannya, antara lain: Pradipika, oleh Utpala Vaisnava, Vivrtti oleh Ramakantha, Spandasandoha, dan Spandanirnaya oleh Ksemaaraja.
2.2.8.3 Pratyabhijna Sastra.
          Memuat ajaran-ajaran pokok dari Saiva Advaita,. Karya-karya penting mengenai sastra ini adalah Siva-drsti oleh Somananda, Isvara-Pratyabhijna oleh Utpala, yang merupakan seorang murid dari Somananda. Ulasan-ulasan tentang hal ini ada beberapa buah, antara lain:  Pratyabhijna Vimarsin, Pratyabhijna vivrtti vimarsin oleh Vasugupta. Serta inti sari dari ajaran Pratyabhijna Sastra, yaitu Pratyabhijna hrdyam, yang di pisahkan oleh Ksemaaraja.
          Saiva Kasmir Monistik sepaham dengan Buddhisme,  dalam penolakan terdapat perbedaan antara yang mengetahui atau subyek dan pengetahuan, seperti yang di akui Vaisesa, dimana subyek sebagai bahan dan pengetahuan sebagai sifat dari bahan tersebut, tetapi subyrk permanen perlu untuk menerangkan masalah ingatan dan ingatan tak dapat di jelaskan dalam batasan bekas-bekas saja seperti pandangan Buddha.  Pendekatannya terhadap masalah ingatan secara psikologis dan ia menganalisis ingatan serta menunjukka bahwa cirri-ciri alami dari ingatan, yang di nytakan dengan kata “itu” tak dapt di jelaskan hanya dengan istilah bekas penglaman masa lalu saja.    
          Katagori-kaatagori dalam Siva Monistikberjumlah 36 buah, dan 5 buah yang pertama di sebut tattva pengalaman universal, 5 buah berikutnya di sebut tattva pengalaman pribadi terbatas, 2 buah sebagai tattva terbatas, 3 buah tattva mental, 15 buah berikutnya di sebut sebagai tattva pengalaman yang dapat di rasakan dan 5 buah terakhir sebaagai tattva  matrial.


A.      Tattva Pengalaman Universal
a)       Siva  tattva  yang merupakan kreatif awal ( prathama sapanda) dari Paranma Siva
b)      Sakti tattva yang meerupak energi dari Siva. Dalam Cit  atau Paraamvit, Siva (aku) dan alam semesta ini merupakan kesatuan yang tak terpisah.
c)       Sadasiva tattva atau Sadakhya tattva. Kehendak untuk menekan sisi in dari pengalaman universal, disebut sebagai Sada Siva Tattva. Di mana Iccha atau kehendak lebih menguasai.
d)      Isvara tattva atau Isvarya tattva yang merupakn tahapan lanjutan diman sisi idam (ini) dari pengetahuan total sediakit lebih jelas dan pada tahapan aspek Jnana atau pengetahuan yang lebih menonjoldan teerjadi suatu pemikiran yang jelas tentang apayang harus diciptakan.
e)       Sadvidya tattva atau Suddhavidya tattva, dimana pada tahapan ini sisi “Aku” dan “Ini” dari pengalaman Siva menjaadi keseimbangan (Samadhrtatulaputanyayena) dan pada tahap ini Krya Sakti  lebih menonjol. Pengalaman kegitan pada tahapan di sesbut “keaneka ragaman dalam kesatuan” (bhedabheda vimarsanatmaka).
          Kelima tattva pada tahapan ini merupakan pengalaman dalam bentuk pikiran, sehinggga disebut tahapan murni atau “Suddhadhvan”, yaitu satu manifestasi di mana svarupa atau sifat Ilahi yang sebenarnya terselubung.
B.       Tattva Dari  Pengalaman Pribadi Terbatas
a)       Pada tahapan ini, Maya  mulai berperan dan selanjutnya terjadi Asddhdhva atau susunan yang tidak murni, diman yang lebih tinggi yang disebabkan oleh Maya dan Kancuka.
b)      Kala yang mengurangi daya penciptaan alam semesta (sarvakartrtva) dari kesadara semestadan menyebabkan terjadi pembatsan yang berkaitan dengan daya penciptaan.
c)       Vidya,  yang mengurangi sifat kemahatauan (sarvajnatva) dari kesadaran semesta dan penyebabterjadinya pembatsan pengetahuan.
d)      Raga , yang mengurangi segala kepuasan (purnatva) dari kesadaran semesta dan pennyebab terjadinya keinginan terhadap yang ini maupaun yang itu.
e)       Kala,  yang mengurangi  sifat keabadian (nityatva) dari kesadaran semesta dan menyebabkan terjadainya pembatsan yang berkaitan dengan masalah waktu.
f)       Niyatir, yang mengurangi kemerdekaan dan sifat penyusupan (svatantrata dan vyapakatva) dari kesadaran semesta dan menyebabkan pembatasan yang berkaitan dengan masalah penyebab dan ruang.
C.      Tattva Dari Pribadi Yang Terbatas
a)      Purusa-Siva  melalui Maya Sakti yang membatsai pengetahuandan daya kekuatan semesta-nya menjadi purusa atau subyek pribadi. Dalm kontek ini Purusa berarti setiap mahluk hidup juga dikenal dengan kata “Anu” di pergunakan dalan pengertia keteerbatsan Ilahi (Siva).
b)      Purusa  merupakan manifestasi subyektif dari Siva,  maka Prakerti  maupaun manifestasi objektif-Nya. Prakerti memiliki tiga Guna (triguna )  yaitu: Sattvam, Rajas, dan Tamas.  Di mana ketiga ini berada dalam keseimbangan yang sempurna.
D.      Tattva Dari Kegiatan Mental
a)      Buddhi  merupakan penentu kecerdaasan (vyasayatmika), dimana obyek-obyek yang diapantulkan dalam Buddhi , ada dua macam:  yang bersifat Eksternal  dan yang bersifat Internal.
b)      Ahamkara,  yang merupakan produk dari Buddhi, yang memmbuat prinsip kekuatan dan kemilikan.
c)       Manas, yang merupakan produk dari Ahamkara,  yang dalam kerjasamanya dengan indra-indra membangun pengamaatan yang dengan sesndirinya membangun gambaran serta konsep-kinsep.
E.      Tattva dari pengalaman yang dapat dirasakan, yaitu katagori 17 sampai    katagori 31.
a)       17-21 lima daya indra pengamatan yang merupakan produkdari Ahamkara, yaitu Jnanendriya atau Buddhindriya merupakan tatttva dari pengalaman yang di dapat diindra, yaitu:
b)      22-26, lima daya kegiatan yang juga merupakan produk dari Ahamkara, yaitu ; karmendriya
c)       27-31 llima unsur utama dari pengamatan (panca tanmantra), yang juga merupakan produk dari Ahamkara, yaitu: Tattva dari materi-materi (panca bhuta). Yang merupakan katagori 32-36. Lima unsure kasar panca mahabbhuta,   merupakan produk dari panca tan-mantra, yaitu:
          Pembebasan menurut system Saivadvaita (monistik) Kaasmir,  artinya pengenalan kembali (pratyabhijna) hakekat sebenarnya dari seseorang, atau dengan kata lain pencapaian akrtrima-aham-vimarsa, yaitu pencapaian kesadaran Aku (Siva) yang murni.  Kesadaran Aku yang murni bukanlah hakekat dari Vikalpa (absennya pikira), karena vikalpa mennuntut yang kuduayang semua vikalpa saling berhubungan. Yang normal, kesadaran Aku psikhologis aadalah saling berhubungan,  yaitu: kesadaran dari berlawanan dengan yang bukan diri dan kesadaran Aku yang murni bukanlah saling berhubungan semacam ini. Ia merupakan kesadaran langsung dan apabila seseorang memiliki kesadaran ini, mengetahui hakekatnya sejati.
          Moksa (pembebasan) tiada lain adalah kesadaran seseorang akan hakekatnya yang sejati dan dengan kesadaran Aku yang sebenarnya ini, seseorang mencapai Cidananda, yaitu kebahagian dari Cit  atau kesadaranUniversal Citta atau pikiran pribadi, sekarang diubah kedalam Cit,  sehingga pencapaian kesadaran Aku yang murni juga merupakan pencapaian kesaadaran Siva, di mana seluruh alam semesta tampak sebagai Siva
          Menurut system ini, bentuk tertinggi dari Ananda atau kebahagiaan adalah Jagadananda, yaitu kebahagiaan alam semesta, di mana seluruh alam semesta tampak sebagai roh bebas sebagai Cit atau Siva.  Pembebasan ini hanya dapat di capai dengan saktipala atau anugrah, Yaitu anugrah Tuhan. Mereka yang dikarenakan Samskara dari kelahiran masa lalu, merupakan roh yang sangat maju menerima tivra atau saktipata mendalam dan mereka di bebaska tanpa banyak melakuakan sadhana atau disiplin spiritual.
(Maswinara, 2006:325-339).                                                                      



BAB III
PENUTUP

3.1     Simpulan
Dari matreri di atas dapat kami simpulkan bahwa terdapat 8 mazab-mazab siwa diantaranya. Pasupata dualis , siva siddhanta dualis, laku lisa pasupata, siva moistik bersyarat, vira saiva, siva nandikesvara. Rasesvara saivaisme, saiva kasmir. Dimana di dalam masing-masing mazab itu membahas tentang konsep ketuhanan ( pati) yang berasal dari siva, tentang teori metafisika yang berbeda dengan sistem yang lainnya. Dan terdapat lima ketidak murnian nithyajnana, adharma, saktinetu, cyuti, pasu. Dan terdapat 5 cara membebaskan diri dari ketidak murnian.
Basa, carya, japa-dhyana, sadaraudrasmrti , prasada dan menyangkut tentang konsep Roh. Roh akan dapat membebaskan diri dari belenggu maya dengan disiplin spiritual dan mengakui cara penyatuan kepada Tuhan dengan Astangga Yoga. Dan tentang konsep Moksa dimana Atman bisa mencapai Siva.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar